Kupang, Suarakpk.com – Nama Ipda Rudi Soik kembali menjadi sorotan setelah ia menyampaikan klaim bahwa Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) yang diterimanya dari Kepolisian disebabkan oleh pengungkapan mafia bahan bakar minyak (BBM). Namun, klaim tersebut diduga hanya merupakan upaya untuk memanipulasi opini publik. Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan, PTDH terhadap Rudi Soik tidak ada kaitannya dengan pengungkapan kasus mafia BBM, melainkan akibat serangkaian pelanggaran kode etik dan disiplin yang serius selama ia bertugas.
Menurut keterangan resmi dari pihak kepolisian, Rudi Soik di-PTDH karena tindakan tidak profesionalnya dalam menjalankan tugas, termasuk pelanggaran prosedur dalam penyelidikan kasus BBM. Salah satu pelanggaran yang ia lakukan adalah memasang garis polisi pada drum dan jeriken kosong di lokasi milik Ahmad Ansar dan Algajali Munandar, yang tidak berkaitan dengan tindak pidana apa pun dan tidak ditemukan barang bukti yang mendukung.
Kabidhumas Polda NTT, Kombes Pol. Ariasandy, S.I.K, menegaskan bahwa klaim Rudi Soik hanya bertujuan untuk mengubah persepsi publik. "Ini adalah upaya framing, di mana Rudi Soik mencoba menggambarkan dirinya sebagai korban karena pengungkapan mafia BBM. Kenyataannya, ia dipecat karena pelanggaran serius terhadap kode etik dan disiplin, bukan karena pengungkapan kasus tersebut," tegas Kombes Pol. Ariasandy.
Lebih lanjut, Kombes Pol. Ariasandy menyatakan bahwa pelanggaran berat dan berulang yang dilakukan Rudi Soik membuatnya tidak layak dipertahankan sebagai anggota Polri. "Sidang Komisi Kode Etik Polri adalah sidang yang menyoroti aspek etika profesional seorang Polri. Para hakim etik yang memimpin sidang terdiri dari perwira-perwira senior. Mereka pasti menyoroti segala aspek—rekam jejak pelaksanaan tugas, sikap, perilaku, pelanggaran terhadap etika kepribadian, etika kenegaraan, etika kelembagaan, serta etika dalam hubungan dengan masyarakat," jelasnya.
Ia menambahkan, bahwa tidak mudah untuk memberhentikan seorang anggota Polri dengan tidak hormat. "Tetapi jika sidang Komisi Kode Etik Polri memutuskan untuk memberhentikan seseorang, itu berarti etika dan profesinya sebagai anggota Polri sudah tidak layak lagi dipertahankan," tandasnya.
**Fakta-Fakta Pelanggaran yang Menjerat Rudi Soik**
Dalam sidang Kode Etik Kepolisian (KKEP), tidak ditemukan satu pun fakta yang meringankan Rudi Soik. Sebaliknya, sejumlah fakta memberatkan semakin memperkuat keputusan untuk memberhentikannya secara tidak hormat. Berikut adalah beberapa fakta yang terungkap:
1. **Pelanggaran Dilakukan dengan Sadar**
Rudi Soik menyadari bahwa tindakannya melanggar peraturan Kode Etik Polri, namun tetap melanjutkannya secara sengaja.
2. **Dampak Negatif pada Citra Polri**
Tindakan yang dilakukan oleh Rudi Soik tidak hanya mencemarkan citranya sendiri, tetapi juga merusak nama baik Polri secara kelembagaan. Ini dianggap dapat merugikan institusi kepolisian di mata publik.
3. **Sikap Tidak Kooperatif dalam Persidangan**
Selama persidangan, Rudi Soik menunjukkan sikap yang tidak kooperatif. Ia memberikan keterangan yang berbelit-belit, tidak berlaku sopan, dan menolak menandatangani berita acara pemeriksaan. Bahkan, saat pembacaan tuntutan, Rudi Soik meninggalkan ruang sidang dan menolak mengikuti persidangan hingga sidang dilanjutkan tanpa kehadirannya.
4. **Riwayat Pelanggaran Disiplin Berulang**
Sebelum di-PTDH, Rudi Soik memiliki riwayat pelanggaran disiplin yang panjang. Berikut rincian sanksi yang pernah ia terima:
- **Laporan Polisi Nomor LP-A/50/VI/HUK.12.10./2024**: Hukuman teguran tertulis, penundaan mengikuti pendidikan selama satu tahun, dan pembebasan dari jabatan selama satu tahun.
- **Laporan Polisi Nomor LP-A/55/VII/HUK.12.10./2024**: Hukuman teguran tertulis dan penempatan pada tempat khusus selama 14 hari.
- **Laporan Polisi Nomor LP-A/66/VIII/HUK.12.10./2024**: Hukuman teguran tertulis.
- **Laporan Polisi Nomor LP-A/49/VI/HUK.12.10./2024**: Hukuman penempatan pada tempat khusus selama 14 hari dan mutasi demosi selama tiga tahun.
Pada sidang banding KKEP yang berlangsung pada 9 Oktober 2024, sanksi terhadap Rudi Soik diperberat menjadi mutasi bersifat demosi selama lima tahun.
**Penegasan Keputusan PTDH**
Keputusan PTDH terhadap Rudi Soik didasarkan pada fakta-fakta yang tak terbantahkan dalam persidangan, bukan karena pengungkapan mafia BBM seperti yang ia klaim. Pihak kepolisian menegaskan bahwa keputusan ini dibuat berdasarkan pelanggaran serius terhadap etika dan disiplin kepolisian, bukan karena kasus tertentu yang sedang ditangani oleh Rudi Soik.
(Arief/Red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar