Yogyakarta, Suarakpk.com - Pemecatan saudari Hardi Kurniawati yang dilakukan oleh Bupati Gunung kidul yang diduga tidak sesuai prosedur kini menjadi panjang, dan yang bersangkutan berupaya menuntut haknya yang mana telah di putuskan oleh BPASN bahwa saudari Hardi Kurniawati telah mendapatkan sanksi sebagai pelaksana selama satu tahun, tetapi sampai saat ini haknya tidak dikembalikan sesuai keputusan BPASN.
Perwakilan Ombudsman RI Daerah Istimewa Yogyakarta menyampaikan surat kepada bupati Gunungkidul dengan nomor surat T257/LM.11-13/0011.2023/IV/2024 tertanggal 26/04/2024 berupa satu bendel laporan hasil pemeriksaan perihal penyampaian hasil pemeriksaan dan saran tindakan korektif yang di tujukan kepada bupati Gunungkidul terkait Keputusan Ketua Badan Pertimbangan Aparatur Sipil Negara (BPASN) hal tersebut di sampaikan Hardi Kurniwati saat di konfirmasi media Suarakpk. pada tanggal 8/5/2024 melalui whatsapp.
Dalam keterangan suratnya Perwakilan Ombudsman RI Daerah Istimewa Yogyakarta telah melakukan pemeriksaan
terhadap Laporan Hardi Kurniawati yang materinya mengenai
pelaksanaan Keputusan Ketua Badan Pertimbangan Aparatur Sipil Negara (BPASN). Hasil
pemeriksaan tersebut dituangkan dalam bentuk Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang berisi
pendapat, kesimpulan dan saran tindakan korektif, sebagai berikut
BPASN
1. Pelaksanaan Keputusan Ketua BPASN Merupakan Bentuk Pelayanan Publik
Merujuk pada Undang-Undang Pelayanan Publik Nomor 25 Tahun 2009, ruang
lingkup pelayanan publik meliputi pelayanan barang publik dan jasa publik serta
pelayanan administratif yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Berkenaan dengan hal ini, permasalahan yang dikeluhkan para Pelapor adalah
mengenai pelayanan adminsitratif yaitu tindakan administrasi Pemerintah
Kabupaten Gunungkidul c.q. Bupati berupa pelaksanaan Keputusan BPASN
mengenai peringanan hukuman disiplin terhadap mereka.
- Dengan demikian tindakan administratif Bupati Gunungkidul mengenai
pelaksanaan Keputusan Ketua BPASN merupakan kewajiban pelayanan publik
yang seharusnya diberikan kepada para Pelapor. Oleh karena hal tersebut
merupakan pelayanan publik, maka pengawasannya menjadi fungsi Ombudsman
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Ombudsman RI Nomor 37 Tahun 2008
dan Undang-Undang Pelayanan Publik Nomor 25 Tahun 2009. Sehingga dalam hal
ini Ombudsman berwenang menindaklanjuti laporan yang disampaikan oleh Hardi Kurniawati.
2. Bupati Gunungkidul Wajib Melaksanakan Keputusan Ketua BPASN
BPASN adalah badan yang diberi mandat oleh Pasal 129 ayat (4) UU No. 5 Tahun
2014 jo PP No. 79 Tahun 2021 untuk menindaklanjuti permohonan banding
administratif. Dengan demikian, banding administratif merupakan instrumen yang
disediakan secara sah untuk menyelesaikan sengketa kepegawaian akibat adanya keputusan Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) yang tidak dapat diterima oleh
ASN bersangkutan.
- Upaya banding administratif yang dilakukan Hardi
Kurniawati merupakan hak mereka sebagai ASN dan dilindungi oleh Pasal 2 ayat
(1) PP No. 79 Tahun 2021. Dalam hal ini, baik BPASN maupun para Pelapor juga
telah melalui tahapan pengajuan dan pembahasan permohonan banding
administratif sesuai prosedur dan tata cara berdasarkan ketentuan yang berlaku.
Oleh karena itu hasil akhir dari upaya banding administratif tersebut seharusnya
dihormati oleh semua pihak, termasuk Bupati Gunungkidul sebagai PPK.
- Menurut Pasal 16 ayat (3) PP No. 79 Tahun 2021 Keputusan banding administratif
Ketua BPASN sifatnya mengikat dan wajib dilaksanakan. Untuk memastikan
pelaksanaannya maka merujuk pada Pasal 17 Peraturan Pemerintah ini, PPK yang
tidak melaksanakan Keputusan BPASN dijatuhi sanksi administratif sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Mengenai sifat mengikat dan wajib dilaksanakannya Keputusan BPASN ini juga
diperkuat oleh pendapat narasumber ahli Dr. Richo Andi Wibowo, S.H., LL.M., yang
disampaikan kepada Tim Pemeriksa Ombudsman RI DI Yogyakarta pada tanggal
30 November 2023. Menurutnya Keputusan BPASN merupakan salah satu bentuk
administrative review yang mengandung dimensi hukum dan kebijaksanaan,
sehingga dimungkinkan adanya perbedaan pandangan dari PPK dalam melihat
Keputusan tersebut. Meskipun demikian pada dasarnya hal tersebut tidak
menggugurkan sifat mengikat dan wajib dilaksanakannya keputusan, sebab
kesempatan menyampaikan perbedaan pandangan secara substansial sudah
diberikan melalui mekanisme tanggapan saat proses pemeriksaan permohonan
banding administratif berjalan. Sehingga dalam kasus ini Bupati Gunungkidul
sebagai PPK seharusnya melaksanakan Keputusan Ketua BPASN No.
148/KPTS/BPASN/2022 dan No. 145/KPTS/BPASN/2022. Selain PP No. 79 Tahun
2021 tentang Upaya Administratif dan Badan Pertimbangan Aparatur Sipil Negara.
Kewajiban menjalankan Keputusan ini juga diperkuat dalam Pasal 7 ayat (2) huruf
j UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
- Penolakan Bupati Gunungkidul selaku PPK untuk melaksanakan Keputusan
banding administratif yang telah dikeluarkan Ketua BPASN tersebut tidak memiliki
dasar argumentasi maupun legalitas yang kuat. Alasan penolakan bahwa
Keputusan BPASN hanya bersifat rekomendatif sehingga tidak wajib dilaksanakan
tidak tepat karena sesuai Pasal 16 ayat (3) PP No. 79 Tahun 2021 sifatnya wajib
dilaksanakan dan bentuknya bukan rekomendasi, tapi Keputusan. Sedangkan
alasan bahwa jenis sanksi yang diputuskan oleh Ketua BPASN masih dalam ruang
lingkup sanksi berat juga tidak tepat karena didalam kategori sanksi berat terdapat
kategorisasi jenis sanksi dengan derajat yang berbeda-beda sehingga tidak dapat
disamakan satu sama lainnya. Adapun alasan bahwa penjatuhan sanksi kepada
para Pelapor adalah untuk menyelamatkan delapan ribuan ASN di Gunungkidul
pada dasarnya sudah disampaikan Bupati dalam tanggapan dan seharusnya sudah
dipertimbangkan oleh Ketua BPASN dalam mengambil keputusannya, sehingga
hal ini tidak lagi bisa dijadikan alasan setelah Keputusan dibuat.
3. Upaya Keberatan Terhadap Keputusan BPASN
Sebagaimana diuraikan sebelumnya, Keputusan banding administatif yang
dikeluarkan oleh Ketua BPASN bersifat mengikat dan wajib dilaksanakan, baik oleh
ASN (Pemohon) maupun oleh PPK (Termohon). Menurut Pasal 18 PP No. 79
Tahun 2021 pegawai ASN (Pemohon) yang tidak puas terhadap keputusan BPASN
dapat mengajukan upaya hukum kepada Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
(PT TUN).
Sebaliknya, Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun 2021 ini tidak mengatur bentuk
upaya hukum apa yang bisa dilakukan oleh Termohon (PPK) apabila tidak puas
dengan Keputusan banding administatif yang dikeluarkan Ketua BPASN. Hal ini
ditegaskan oleh Syafiq dari pihak BPASN dalam kesempatan fasilitasi pertemuan
yang diselenggarakan oleh Perwakilan Ombudsman RI DI Yogyakarta pada tanggal
10 Agustus 2023. Menurutnya PPK yang merasa tidak puas terhadap Keputusan
Ketua BPASN tidak diberi ruang untuk melakukan upaya banding ke PT TUN.
Tidak diaturnya bentuk upaya hukum ini secara implisit seharusnya dimaknai
bahwa Termohon (PPK) dalam hal ini Bupati Gunungkidul terikat dan wajib untuk
segera melaksanakan Keputusan Ketua BPASN No. 148/KPTS/BPASN/2022 dan
No. 145/KPTS/BPASN/2022. Meskipun memberi kesan seakan-akan ada
pembatasan hak Termohon menyatakan keberatan dan menggunakannya untuk
melakukan upaya hukum seperti yang diberikan kepada Pemohon.
Pada sisi lain, Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun 2021 juga tidak mengatur
adanya larangan kepada Termohon untuk melakukan upaya hukum apabila ia
keberatan dengan Keputusan banding administratif yang dikeluarkan oleh Ketua
BPASN. Ketiadaan ruang upaya hukum bagi PPK tersebut seharusnya dilihat
sebagai bentuk perlindungan Pemerintah kepada Masyarakat sesuai fungsinya
sebagaimana diuraikan dalam Pasal 1 angka 2 UU No. 30 Tahun 2014 tentang
Administrasi Pemerintahan. Hal ini sejalan dengan nilai-nilai ideal dari sebuah
negara hukum dimana penyelenggaraan kekuasaan harus berpihak kepada
warganya bukan sebaliknya (penjelasan umum, paragraf keenam UU No. 30 Tahun
2014 tentang Administrasi Pemerintahan).
Selanjutnya menyimpulkan
secara umum pelaksanaan Keputusan BPASN merupakan kewajiban pelayanan publik yang
seharusnya dilakukan oleh Bupati Gunungkidul selaku PPK untuk memenuhi hak .
kepegawaian dari para Pelapor.
Dalam temuan pemeriksaannyan penolakan Bupati Gunungkidul selaku PPK untuk melaksanakan Keputusan banding
administratif No. 148/KPTS/BPASN/2022 dan No. 145/KPTS/BPASN/2022 yang
dikeluarkan oleh Ketua BPASN pada tanggal 14 Oktober 2022 merupakan perbuatan
maladministrasi karena mengabaikan kewajiban hukum dan mengakibatkan terjadinya
penundaan berlarut terhadap pemenuhan hak-hak kepegawaian para Pelapor.
Kemudian memberikan saran tindakan korektif
agar Bupati Gunungkidul selaku PPK melaksanakan Keputusan banding administratif No.
148/KPTS/BPASN/2022 dan No. 145/KPTS/BPASN/2022 yang telah dikeluarkan Ketua
BPASN pada tanggal 14 Oktober 2022 sebagaimana mestinya dan dalam waktu tidak terlalu lama, dengan memperhatikan hak-hak normatif kepegawaian para Pelapor yang
tidak diberikan selama penundaan pelaksanaan Keputusan terjadi.
Kiranya Bupati Gunungkidul melaksanakan saran tindakan korektif ini dan memberikan
laporan tertulis dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya Laporan Hasil Pemeriksaan kepada Perwakilan Ombudsman RI DI Yogyakarta dengan memerhatikan juga ketentuan
Pasal 351 ayat (4) UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Jo. Pasal 38 ayat
(1) UU No. 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia.
Apabila saran tindakan korektif dalam LHP ini tidak dilaksanakan sesuai waktu yang
ditentukan, proses pemeriksaan selanjutnya akan diteruskan kepada Tim Resolusi dan
Monitoring Ombudsman RI Pusat dan dapat disertai usulan rekomendasi.
Disisi lain Hardi Kurniawati saat dikonfirmasi media Suarakpk berharap :
"1.Bupati selaku PPK seharusnya melaksanakan keputusan BPASN sebagaimana direkomendasikan oleh berbagai pihak ( aduan ke BPASN, ORI, dan Hasil audensi dengan Dewan) sebagai wujud pelaksanaan pemerintahan yang baik ( Good Governance). Karena sudah jelas kuatnya kedudukan di mata hukum atas keputusan tersebut.
2. Berikan hak - hak rakyat kecil yang seharusnya di ayomi bukan malah di dholimi secara terus menerus.
3. Buktikan Pemkab Gunungkidul taa azas, taat aturan seperti yang di gembar - gemborkan oleh Bupati di beberapa sosmednya.
4. Akui kekalahan Pemkab atas hasil banding saudari Hardi Kurniawati, dan rekan lakukan saja apa yang semestinya dilakukan dengan bijak.
5. Permohonan maaf secara daring, dan luring kepada ASN yang sudah di abaikan hak - haknya hingga bertahun - tahun lamanya," harap Hardi Kurniawati.
( Gunawan/red).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar