Oleh : Wa Ode Zuliarti
Kota Kendari sebagai Ibukota Provinsi Sulawesi Tenggara saat ini sedang mengalami perkembangan yang cukup pesat. Berbagai pembangunan infrastruktur baik jembatan, perkantoran, sekolah, rumah ibadah, tempat hiburan, pun tak kalah pesat adalah geliat usaha di bidang kuliner seiring dengan pesatnya perkembangan di Kota Kendari.
Pelaku usaha kuliner berlomba lomba menawarkan produknya dengan berbagai macam pilihan rasa dan modifikasi resep baik tradisional sampai ke makanan level internasional.
Beberapa jenis restoran yang popular dan digemari saat ini adalah restoran dengan nuansa makanan Jepang, Korea dan Chinese.
Pilihan restoran ini semakin menjadi hal yang umum dalam keseharian warga di Kota Kendari. Tetapi dibalik menjamurnya usaha kuliner tersebut, ada titik kritis yang mungkin saja luput dari pelaku usaha maupun konsumen terkait kehalalan produk yang ditawarkan.
Ada beberapa elemen dari produk tersebut yang original resepnya menggunakan mirin, angciu dan beberapa elemen lainnya yang sudah jelas keharamannya karena mengandung kadar alkohol yang cukup tinggi.
Seorang muslim tidak boleh mengkonsumsi produk yang haram baik haram menurut zatnya maupun yang haram dari segi prosesnya. Seorang muslim hanya boleh mengkonsumsi produk yang halal dan baik baginya, sebagaimana diperintahkan Allah ‘Azza wa Jalla dalam Al Qur’an.
Oleh sebab itu produk halal merupakan kebutuhan dasar seorang muslim. Kebutuhan dasar ini di jamin oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 29 ayat (2) yang mengamanatkan Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
Salah satu hak konsumen yang dijamin oleh Undang-Undang adalah hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa (Pasal 4 huruf c Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen). Konsep halal yang seharusnya dipahami oleh pelaku usaha bukan hanya terpaku pada “no pork, no lard”. Produk makanan dan minuman yang halal itu harus memenuhi 3 konsep yaitu halal secara zat, halal secara memperolehnya dan halal secara pengolahannya.
Pemberian informasi yang benar kepada konsumen terkait kehalalan produk yang ditawarkan dan juga pentingnya sertifikasi dan labelisasi halal merupakan hal yang harus diperhatikan oleh pelaku usaha demi melindungi hak konsumen muslim di Kota Kendari, mengingat jumlah penduduk Kota Kendari sebanyak 345.107 jiwa, dan jumlah penduduk yang beragama Islam adalah sebanyak 93.42 % atau sekitar 322.399 jiwa dari total keseluruhan penduduk Kota Kendari.
Setelah berlakunya Undang-Undang Nomor Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (yang selanjutnya disebut UU JPH), dibentuklah Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (yang selanjutnya disebut BPJH) yang salah satu kewenangannya adalah melakukan sosialisasi, edukasi, dan publikasi produk halal sehingga tujuan penyelenggaraan JPH yaitu memberikan kenyamanan, keamanan, keselamatan, dan kepastian ketersediaan Produk Halal bagi masyarakat dalam mengonsumsi dan menggunakan Produk dapat terwujud serta menjadi nilai tambah bagi Pelaku Usaha untuk memproduksi dan menjual Produk Halal.
Sebagaimana diatur dalam Pasal 4 UU JPH bahwa Produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal. Sehingga adalah fair jika pelaku usaha memproduksi atau menggunakan produk yang berasal dari bahan yang diharamkan maka produk tersebut wajib diberikan keterangan tidak halal.
Penulis adalah Dosen Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Halu Oleo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar