PEKALONGAN, suarakpk.com – Tidak sedikit warga masyarakat mengeluhkan adanya dugaan pungutan liar berkedok sumbangan sukarela di lingkungan sekolah negeri. Sementara bila mendasarkan pada Pasal 9 ayat (1), Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 44 Tahun 2012 Tentang Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan, menjelaskan bahwa Satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah melarang adanya pungutan dalam bentuk apapun dan sanksi pidana dapat diterapkan bagi siapapun yang melanggarnya. Sebagaimana diduga adanya pungutan berdalih sumbangan juga terjadi di SMP Negeri 4 Pekalongan. Dimana pungutan dengan dalih sumbangan sukarela, dilakukan SMP Negeri 4 Pekalongan yang kemudian proses dan mekanismenya diserahkan kepada Komite Sekolah, pasalnya, sumbangan telah ditentukan nilai dan batas waktu sumbangannya telah ditentukan secara tertulis melalui selebaran yang dibagikan kepada para siswa, hal tersebutpun dinilai memberatkan sebagian orang tua murid.
Saat dikonfirmasi, di ruang kerjanya, Kepala SMPN 4 Pekalongan Sujono. S.Pd, mengelak adanya pungutan kepada siswa siswinya, namun dirinya membenarkan adanya permintaan sumbangan sukarela kepada anak didik, dia berdalih, bahwa sekolah telah memprogramkan untuk memperbaiki peningkatan mutu lapangan.
"Di sekolah tidak ada yang namanya pungutan, adanya sumbangan, dan pihak sekolah hanya memprogramkan dan selanjutnya semua urusan komite," dalihnya. Sabtu, (23/4/2022)
Terpisah, Ketua Komite SMPN 4 Pekalongan, Margono saat dihubungi melalui WhatsApp terkait dengan pungutan yang nominal dan batas waktu yang telah ditentukan, dia berkilah bahwa kaitannya dengan nominal dan batas waktu, hanya sebagai acuan, akan tetapi fakta dan realitanya tidak mengikat, pada angka atau jumlah sumbangan tetap bersifat sukarela.
"Kaitanya dengan nominal dan batas waktu hanya sebagai acuan, adapun waktu pembayarannya juga tidak terbatas dan tidak mengikat," kilahnya.
Margono, mengaku bahwa sumbangan anak didik tersebut telah dikoordinasikan dengan pihak sekolah.
"Semua keputusan, sebelumnya sudah disampaikan pada pihak sekolah," ucapnya.
Sementara, menurut sumber media yang juga sebagai salah seorang wali murid yang enggan disebutkan namanya, menjelaskan, bahwa sumbangan tersebut digunakan untuk mendukung program sekolah, namun dirinya bersama orang tua siswa lainnya, menilai bahwa jumlah sumbangan dan waktu telah ditentukan dalam surat edaran sekolah yang ditermia orang tua murid sangat memberatkan, pasalnya lanjut dia, nilai dan jangka waktu penyerahan sumbangan sudah ditentukan sehingga orang tua murid menganggap bahwa hal tersebut merupakan kewajiban, dikarenakan telah tercantum secara tertulis oleh pihak sekolah.
"Saya sebagai wali murid sangat keberatan, di situasi yang serba sulit, tentu sangat memberatkan dan menambah beban hidup masyarakat, apalagi di masa pandemi covid-19 yang belum usai secara menyeluruh," ungkapnya.
Untuk diketahui, sebagaimana mengutip pernyataan Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Sesditjen Dikdasmen) Thamrin Kasman melalui laman online kemendikbud.go.id, tentang perbedaan sumbangan, bantuan dan pungutan, diantaranya, yang dimaksud dengan Bantuan Pendidikan adalah pemberian berupa uang/barang/jasa oleh pemangku kepentingan satuan pendidikan di luar peserta didik atau orang tua/walinya, dengan syarat yang disepakati para pihak. Sumbangan Pendidikan adalah pemberian berupa uang/barang/jasa/ oleh peserta didik, orang tua/walinya, baik perseorangan maupun bersama-sama, masyarakat atau lembaga secara sukarela, dan tidak mengikat satuan pendidikan. Kemudian Pungutan Pendidikan adalah penarikan uang oleh Sekolah kepada peserta didik, orang tua/walinya yang bersifat wajib, mengikat, serta jumlah dan jangka waktu pemungutannya ditentukan.
Di sisi lain, Staf Ahli Mendikbud Bidang Regulasi, Chatarina Muliana Girsang menegaskan, bahwa Permendikbud tentang Komite Sekolah maupun Permendikbud tentang Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan pada Satuan Pendidikan Dasar tidak untuk membebani orang tua/wali yang tidak mampu.
Dikatakannya, bahwa sumbangan memang bisa diminta dari orang tua siswa, tetapi tidak untuk seluruh orang tua, karena sifatnya suka rela.
“Ketika sumbangan itu diberlakukan untuk seluruh orang tua, itu jatuhnya jadi pungutan. Dalam menentukan pungutan pun, sekolah harus melihat kemampuan ekonomi orang tua siswa,” tegas Chatarina.
Didasarkan pada penjelasan kedua pejabat Kemendikbud di atas, lalu bagaimana dengan yang dilakukan oleh Kepala Sekolah yang diduga bersengkongkol dengan Ketua Komite SMPN 4 Pekalongan melalui surat edaran sumbangan yang telah menentukan nilai dan waktu sumbangan.
Bagaimanakah sikap Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dan Aparat Penegak Hukum Pekalongan?
Hingga berita ini ditayangkan, suarakpk.com belum berhasil mengkonfirmasi Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Pekalongan. Tunggu investigasi selanjutnya. (Dhon/Angga/Red).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar