GROBOGAN, suarakpk.com – Kekayaan hayati di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah memiliki keindahan dan keunikan alam yang berpotensi meningkatkan Pendapatan Asli Daerah. Pasalnya, daerah ini kaya akan keunikan alam yang menakjubkan, sehingga sangat menarik dan menjadi daya tarik untuk dikunjungi.
Salah satu diantaranya adalah Sendang Bulusan yang terletak di Dusun Krajan, Desa Jipang, Kecamatan Penawangan. 18 KM arah Barat dari Kota Purwodadi yang menjadi pusat Ibukota Kabupaten Grobogan.
Berada di kawasan Tanah adat, seluas kurang lebih satu hektar, sendang atau telaga ini terlindungi di bawah rimbunnya pohon trembesi, yang konon sudah hidup dan tumbuh ratusan tahun silam.
Sendang ini memiliki keunikan tersendiri, menurut warga sekitar, warna airnya sering berganti pada saat tertentu. Ada kalanya warna bening, merah, biru atau hijau. Dan yang uniknya lagi debit air selalu tetap tidak kurang dan tidak bertambah.
Dituturkan Juru kunci, Mbah Suwaji (65), bahwa warna air tersebut merupakan simbul keadaan dan situasi alam sekitar. Jum'at ( 20/08/2021) di Sendang Bulusan.
“Warna bersih menandakan aman tenteram, sedangkan warna lain menyimbulkan keadaan tertentu seperti misalnya dikaitkan adanya wabah penyakit, kegaduhan, kurang pangan dan lain lain,” tuturnya.
Dijelaskan Mbah Suwaji bahwa sejarah keberadaan Sendang tersebut memiliki buku riwayatnya. Menurut dalam buku sejarahnya, keberadaan sendang merupakan kejadian luar biasa dari kisah perjalanan seorang tokoh pendiri Kerajaan Islam Demak Bintoro pada masa abad ke-15 Masehi.
“Raden Mas Said atau lebih dikenal dengan sebutan Sunan Kalijogo, dikisahkan dalam perjalanan dakwahnya di Tanah Jawa, suatu ketika di tengah perjalanan dihadang oleh seorang Begal bernama Ki Dudo yang dikenal kejam dan sakti. Dia ingin merampas harta Sunan Kalijogo termasuk tongkat yang dibawanya demi menambah kesaktiannya,” jelasnya.
Namun dalam pertarungannya, lanjut Mbah Suwaji, Ki Dudo kalah melawan Sunan Kalijogo dan minta ampun, agar diangkat menjadi muridnya. Permohonannya pun disetujui Sang Wali dengan syarat diuji untuk menunggui sebuah tongkat kayu yang ditancapkan di tanah untuk beberapa waktu sampai Sang Wali datang menemuinya kembali.
“Lama dalam penantian, sehingga Ki Dudo tidak sabar dan kesal, lalu mencabut tonggak kayu yang ditungguinya. Di luar dugaan muncullah sumber mata air jernih, lalu segera diminumnya untuk mengobati rasa hausnya dalam penantian. Tidak beberapa lama datanglah Sunan Kalijogo dan marahlah beliau, karena tidak mentaati permintaannya,” ujarnya.
Dengan semangat, Mbah Suwaji menceritakan kisah sejarah yang diyakini warga setempat, bahwa Karena rasa kesal dan marah maka Ki Dudo di Kutuk menjadi kura kura atau bulus agar selalu berdiam di telaga sebagai akibat dari perbuatannya sendiri.
“Dan konon, hingga kini, Bulus itu masih ada di telaga itu, sehingga dinamakan Sendang Bulusan. Hingga kini sendang ini masih ada kawanan Bulus yang diyakini keturunan titisan dari Ki Dudo,” ucapnya.
Namun, Mbah Suwaji juga menceritakan cerita lainnya, yakni, dalam kisah pengembaraan seorang Pangeran dari Kerajaan Demak, bernama Aryo Penangsang atau dikenal dengan Panggilan Aryo Jipang, yang singgah di telaga tersebut, sehingga lokasi ini dinamai Desa Jipang.
“Dalam riwayatnya, Aryo Penangsang adalah seorang Adipati Kadipaten Jipang Panolan yang berkuasa di Wilayah Cepu, Blora dan sekitarnya. Dalam pengembaraannya sampailah di Sendang Bulusan dan diperintahkan pasangan suami istri, Kaki Keras dan Nini Keras untuk menjaga Sendang ini, agar lestari dan merawat bulus. Dan hingga kini keberadaan sendang masih terjaga dan dirawat secara turun temurun,” ceritanya.
Sementara, sebagaimana diketahui, bahwa, Sendang bulusan masih dikeramatkan oleh lingkungan masyarakat, sendang ini dijadikan sebagai Punden atau tempat menenangkan dan memohon berkah kepada Allah SWT.
Seperti yang diungkapkan Sang Juru Kunci, dirinya sangat mengetahui segala hal tentang keberadaan tentang Sendang Bulusan ini, karena memang sudah menjadi bagian dari tugasnya yang diwariskan secara turun-temurun dari pendahulunya yang sudah meninggal.
“Banyak peziarah yang datang ke sendang bulusan, dari berbagai daerah bahkan dari Pulau Sumatera dan Kalimantan, para peziarah datang dengan berbagai persoalan dan permohonan. Ada yang minta naik pangkat dan jabatan, ingin punya hajat, sembuh dari penyakit menahun yang dideritanya, jodoh, nasib dan lain-lain. Orang-orang yang datang kesini Sangat banyak dan tidak terhitung, mereka pasti temui saya untuk minta petunjuk ritualnya," ungkap Sang Juru Kunci yang juga menjelaskan mengenai syarat dan ketentuan ritualnya.
Di sisi lain, salah satu peziarah dari Desa Nambuhan, Jupri kepada suarakpk.com, mengaku dirinya datang untuk acara syukuran atas keberhasilannya sukses dalam usaha. Pada kesempatan itu terpantau dilakukan ritual dan pesta makan di lokasi yang disaksikan masyarakat dan para pengunjung lainnya.
Di tempat terpisah, Kepala Desa Jipang, H. Abdulloh, saat ditemui suarakpk.com di kantor Balai Desa, dirinya menjelaskan bahwa Keberadaan Sendang Bulusan merupakan warisan leluhur.
Ketika ditanya terkait potensi wisata, Abdulloh mengaku hal tersebut telah dimusyawarakan dalam musyawarah desa (musdes).
"Kami berencana menjadikan tempat itu untuk wisata umum, dan akan dikelola desa agar menambah PADes," ucapnya.
Dikatakan Abdulloh, bahwa dirinya telah berkomunikasi dengan Bupati Grobogan, bahkan dari keluarga Keraton Kasunanan Surakarta juga berencana membantunya.
"Baru baru ini, saya sudah berdialog dengan Bupati untuk mengembangkan potensi wisata Sendang Bulusan," katanya.
Abdulloh, berharap, rencananya segera terealisasi dan mendapat donator, sebab Pemerintah Desa menemui kendala di bidang pendanaan. (Hari/red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar