SLEMAN, suarakpk.com – Sengketa tanah yang diduga melibatkan Kepala Desa Sumberadi, Sleman, Yogyakarta, Hadi Sunyoto memasuki babak baru di Pengadilan Negeri Sleman.
Hal tersebut sebagaimana terungkap dalam persidangan dengan Hakim Ketua, Joko Saptono, Hakim Anggota Kun Triharyanto Wibowo, dan Vici Daniel Valentino di PN, Kamis,(26/8/21), dengan agenda mendengarkan kesimpulan yang dibacakan Hakim.
Salah satu perwakilan dari ahli waris, Sunarsih menuturkan secara singkat menyangkut silsilah keluarganya, bahwa dirinya merupakan anak dari Karijo Utomo.
“Tanah tersebut, statusnya milik mbah Wongsorejo yang merupakan kakek saya. Kemudian Wongsorejo kawin dengan Ibu Klungsu. Dari hasil perkawinannya, mbah Wongsorejo memiliki 3 (tiga) anak yaitu, Waginem, Karijo Utomo dan Sajem,” tuturnya.
Dijelaskan, Sunarsih, bahwa dari ketiga anaknya tersebut, Waginem sudah meninggal dan mempunyai anak bernama Wagirah. Kemudian Karijo Utomo mempunyai anak Rubiyati dan Sunarsih dan Sajem (sudah meninggal) yang mempunyai anak dengan nama Kuati Lestari.
“Setelah mbah Wongsorejo meninggal, itu awal dari permasalahan ini, tanah Letter C No.40 Tahun 1940 milik Wongsorejo tersebut sudah berubah, sudah dipecah-pecah dan beralih kepemilikan tanpa diketahui oleh ahli waris, dimana saat ini dikuasai oleh pihak Waginem yang bersuamikan Dalijo (menantu Kartorejo) dan dia hanyalah sebagai saudara dari Wongsorejo,” jelasnya.
Selain itu, lanjut Sunarsih, bahwa tanah lain juga dikuasai oleh Juwarno yang merupakan anak menantu dari Waginem, kemudian tanah tersebut dikuasai oleh Hartono yang merupakan (Cucu dari Setropawiro), kemudian juga tanah dikuasai oleh Suparno yang merupakan "orang lain" yang sama sekali tidak ada ikatan keluarga maupun ahli waris.
Sunarsih menceritakan hal yang ia alami beberapa waktu lalu, (31/10/19), anak dari Waginem yaitu Badriyah bersama dengan Nuk atau Sri (nama panggilan) yang menguasai tanah dari ahli waris, mendatangi rumah Karijo Utomo.
“Yang saat itu saya sedang tidak berada di rumah, karena saat itu saya masih kerja dan pulang pada malam hari, kemudian Minggu, (3/11/19), saya sebagai ahli waris Wongsorejo kemudian mendatangi rumah Waginem yang tidak lain ingin mengetahui maksud dan tujuan kedatangannya saat itu,” ceritanya.
Diungkapkan Sunarsih, bahwa saat itu dirinya bertemu dengan Badriyah dan Nuk atau Sri, untuk mendengar langsung apa yang menjadi maksud kedatangannya ke rumah saat itu. “Mereka bermaksud untuk minta KTP Karijo Utomo guna akan didaftarkan Program Sertifikat Tanah Gratis (PTSL), lalu tidak lama saya diperlihatkan PBB atas tanah yang akan didaftarkan PTSL. Saat itu kalau tidak salah saya melihat tertulis luas tanah 2090 m2, 1700 m2 dan 40 m2 yang dalam hal ini, atas nama Karijo Utomo hanya sebesar 40m2. Melihat luas tanah atas nama Karijo Utomo seluas 40m2 tersebut, serentak saya 'kaget dan heran.
Saya meyakini ada yang tidak wajar dan janggal. Lalu saya, memutuskan untuk tidak meminjamkan KTP Karijo Utomo untuk mendaftarkan PTSL,” ungkapnya.
Diterangkan Sunarsih, setelah dirinya mendapat keterangan tersebut, lalu dia ke Kelurahan Sumberadi bermaksud untuk menanyakan kepastian dan kejelasan kepada pihak Kelurahan menyangkut Letter C tersebut.
“Setibanya di Kelurahan, saya ditemui oleh Rusbandi (Jogo Boyo) yang kemudian saya menanyakan perihal LC, karena menyangkut hak ahli waris. Lalu ia mengatakan bahwa tanah mbah Wongsorejo sudah dibagi - bagi dan sudah dihapus,” terangnya.
Dengan rasa heran dan terkejut, Sunarsih, mengaku dirinya balik bertanya, atas dasar peralihan tanah waris tersebut.
"Apakah hibah? atau jual beli? kemudian Rusbandi menjawab, Tidak tahu, lalu saya menanyakan lagi, sejak kapan peralihan tersebut? Rusbandi menjawab, sejak dirubahnya C Desa,” urainya.
Mendapat keterangan itu, Sunarsih pulang ke rumah dengan perasaan yang tidak enak, karena hal itu menyangkut hak ahli waris. Lebih lanjut, Selasa,(12/11/19) dirinya mendatangi pihak waginem untuk mengajak bersama-sama dengan ahli waris guna bermusyawarah dan mediasi di Kantor Kelurahan Sumberadi.
“Dalam pertemuan tersebut disambut oleh Hadi Sunyoto (Kades) dan Rusbandi (Jogo Boyo), Kemudian saya diperlihatkan buku induk tebal, saat itu yang terlihat adalah nama Setropawiro. Saya dan ahli waris yang lain tidak tahu siapa Setropawiro itu,” terangnya.
Sementara, Kuasa Hukum Karijo Utomo, yang dipercayakan kepada Imam Akbaru Al Husein S.H.,M.H. menambahkan, bahwa saat itu pihak Waginem, yakni Badriyah memberikan masukan kepada Sunarsih, agar Letter C tersebut agar dijadikan satu, yang nantinya dapat dibagi tiga bagian.
“Kemudian klien saya dan ahli waris saat itu merasa lega dengan pernyataan yang disampaikan Badriyah saat itu,” tambahnya.
Imam menjelaskan, kemudian Kamis, (14/11/19) anak kliennya, mendapat pesan singkat WA dari Nuk atau Sri yang mengatakan, menyangkut apa yang disampaikan Badriyah, mereka tidak bisa memberikan suatu keputusan, karena takut disalahkan oleh pihak keluarga.
“Klien kami masih memberikan kesempatan waktu untuk berpikir dan mempertimbangkan, barangkali berubah pikiran,” jelasnya.
Setelah ditunggu dan sepertinya, lanjut Imam, tidak ada upaya untuk memberikan solusi yang terbaik, kemudian (18/11/19) anak kliennya pergi ke kelurahan guna minta Letter C. Kemudian diberikan oleh Kelurahan LC atas nama Kariyo Utomo.
“Setelah itu, saya mencoba untuk melacak kartu pajak tanah persil Wongsorejo yaitu Kartorejo, Setropawiro, Karijo Utomo, Wagiyo Sugiharjo, dan Suparno,” lanjutnya.
Imam berharap kepada Majelis Hakim, bahwa keadilan harus ditegakkan dan tidak membedakan rakyat kecil.
“Karena hak masyarakat Indonesia dilindungi oleh undang-undang,” harapnya.
Diungkapkan Imam, bahwa dari persidangan PMH tersebut, diagendakan selesai pembacaan putusan besok tanggal 9 September 2021.
“Dalam hal ini, saya selaku Kuasa Hukum berharap, agar Pengadilan Negeri Sleman khususnya majelis Hakim yang memeriksa dan menangani perkara tersebut, agar dapat memberikan putusan yang se adil-adilnya agar supremasi Hukum di Indonesia dapat ditegakkan,” ungkapnya.
Sementara, Sunarsih menambahkan, jika belum lama ini, dirinya telah didatangi Kepala Dukuh, Windarto dan Dimas selaku perangkat desa.
“Windarto mengatakan, bahwa maksud dan kedatangan ke rumah saya disuruh oleh Kepala Desa, agar saya membuat surat pernyataan, yang setahu saya surat pernyataan tersebut, menyatakan bahwa saya “TIDAK SCAN” atau “SCANNING Letter C” yang dikeluarkan oleh Dedy selaku perangkat desa,” imbuhnya.
Dijelaskan Sunarsih, bahwa pada saat di PN, kuasa hukumnya juga dihampiri oleh kuasa hukum tergugat yang menyatakan untuk mencabut gugatan tersebut.
Terpisah, Kepala Desa Sumberadi, Hadi Sunyoto saat dikonfirmasi menyangkut perkara yang menyeretnya ke PN, ia mempersilahkan wartawan untuk ke Kantor Kelurahan guna menanyakan lebih jauh tentang perkara ini.
Hadi Sunyoto berdalih tidak mengetahui hal itu secara pasti, karena catatan semua berada di Kelurahan.
Seperti yang disampaikan Hakim Ketua saat mengakhiri persidangan, bahwa Hakim tinggal membacakan putusan saja dan dalam pernyataannya, putusan akan dilaksanakan 9 September 2021. (Ajie/Team/Red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar