Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Tjahjo Kumolo
saat menjadi narasumber pada acara Koordinasi Membangun Sinergitas Penguatan
Pancasila, di Jakarta, Senin (17/02).
JAKARTA, suarakpk.com – Untuk
mencegah tumbuhnya benih-benih radikalisme di kalangan ASN, pada tahun 2018
sudah diterbitkan SE Menteri PANRB No. 137/2018 tentang Penyebarluasan
Informasi Melalui Media Sosial bagi ASN. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Tjahjo Kumolo menjelaskan, pemerintah memiliki
akses jejak digital terhadap para pejabat eselon I dan II.
“Seluruh
pejabat eselon II dan eselon I semua sudah terdata dengan baik. Ada tidak dia
klik radikalisme terorisme menggunakan medsosnya? Bagaimana lingkungan
keluarganya? Bagaimana aktivitas politiknya?” ujar Menteri Tjahjo, saat menjadi
narasumber pada acara Koordinasi Membangun Sinergitas Penguatan Pancasila, di
Jakarta, beberapa waktu lalu, Senin (17/02).
Sebagai
perekat bangsa, ASN diminta menggunakan media sosial sebagai sarana komunikasi
untuk penyebarluasan informasi, baik antar individu, individu dan institusi,
serta antar institusi, untuk membangun suasana dalam menghadapi tantangan dan
perubahan lingkungan. Menurut Menteri Tjahjo, permasalahan ini tidak bisa
ditangani Kementerian PANRB sendiri, namun harus melibatkan beberapa
kementerian/lembaga terkait.
Dalam
surat edaran yang telah diterbitkan, pemerintah dengan tegas menerapkan sanksi
disiplin, jika ada ASN yang menggunakan media sosial untuk menumbuhkan rasa
kebencian terhadap Pancasila, UUD 1945, NKRI, Bhinneka Tunggal Ika, dan
pemerintah. “Proses hukum yang terkait radikal, ada yang diturunkan pangkatnya,
tidak kita dukung terpilih sebagai pejabat eselon II dan I,” jelas Tjahjo,
memberi contoh sanksi yang diberikan.
Keseriusan
pemerintah untuk menjauhkan paham radikalisme dari internal ASN, juga
dibuktikan dengan penandatanganan Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang
Penanganan Radikalisme dalam Rangka Penguatan Wawasan Kebangsaan. Ada 11
kementerian dan lembaga yang mendandatangani SKB tersebut, diantaranya adalah
Menteri PANRB, Kepala BKN, Ketua KASN, Menteri Agama, Kepala BIN, dan instansi
lainnya yang terkait.
Pengawasan
paham radikalisme juga bisa dilakukan oleh masyarakat melalui portal aduanasn.id.
“Masyarakat dapat mengakses portal aduan dari kementerian/lembaga yang
menindaklanjuti pengaduan masyarakat tersebut, kemudian memberikan rekomendasi
penanganan laporan,” ungkap Menteri Tjahjo. Tim Satuan Tugas dari 11
kementerian/lembaga, akan menindaklanjuti aduan tersebut, dan memberikan
rekomendasi penanganan laporan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK)
masing-masing.
Sementara
itu, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD,
menjelaskan, ada tiga tingkatan paham radikalisme. Tingkat pertama adalah
takfiri, yaitu menganggap orang yang berbeda keyakinan adalah kafir yang harus
dimusuhi. Tingkat kedua, adalah jihadis, yakni menyikapi orang yang berbeda,
dengan kekerasan atau membunuhnya sebagai tindakan yang dianggap jihad.
Sedangkan tingkat ketiga, adalah radikalisme ideologis, yaitu mewacanakan
ideologi baru yang bertentangan dengan ideologi yang sudah ada.
Menurut
Mahfud, penanganan paham radikalisme, tidak hanya dilakukan dengan kontra
radikalisme dan deradikalisasi. “Cara lain adalah pola berpikir harus
memaklumi, dan menerima,” pungkas Mahfud, dalam acara yang dihadiri oleh
beberapa perwakilan kementerian dan lembaga tersebut.
Dalam
acara itu, hadir pula Wakil Ketua Dewan Pengawas Badan Pembinaan Ideologi Pancasila
(BPIP) Tri Sutrisno, Anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila
(BPIP) Rikard Bagun, Staf Khusus Dewan Pengarah BPIP Romo A. Benny Susetyo, dan
para perwakilan kementerian/lembaga. (001/red-don/HUMAS
MENPANRB)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar