JAKARTA,
suarakpk.com – Bola panas kasus
korupsi di perusahaan pelat merah sedang menjadi perbincangan hangat di
masyarakat. Belum usai kasus korupsi yang menjerat Jiwasraya, kabar dugaan
korupsi di PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri)
mencuat ke publik. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (
Menko Polhukam) Mahfud MD bahkan menyebut angka korupsi di Asabri tidak kalah
fantastisnya dengan kasus Jiwasraya, lantaran di atas Rp 10 triliun. Bagaimana
perjalanan kedua kasus tersebut: Asuransi Jiwasraya Diberitakan Kontan, 11 Januari
2020, Jiwasraya mengaku gagal bayar klaim polis mencapai Rp 12,4 triliun. Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan penyimpangan pengelolaan investasi asuransi
Jiwasraya dari tahun 2010-2019.
Sementara
Kejaksaan Agung (Kejagung) menaksir kerugian negara atas dugaan korupsi di PT
asuransi Jiwasraya (Persero) mencapai Rp 13,7 triliun, demikian disampaikan
Jaksa Agung ST Burhanuddin saat jumpa pers di Kejagung, Jakarta Selatan, belum
berapa lama ini, Rabu (18/12/2019).
Menurutnya
"Sebagai akibat transaksi tersebut, PT asuransi Jiwasraya (Persero) sampai
Agustus 2019 menanggung potensi kerugian negara sebesar Rp 13,7 triliun. Hal
ini merupakan perkiraan awal. Jadi Rp 13,7 triliun hanya perkiraan awal dan
diduga ini akan lebih dari itu," ucap Jaksa Agung ST Burhanuddin saat
jumpa pers di Kejagung, Jakarta Selatan, Rabu (18/12/2019).
Jaksa Agung juga
menilai PT Jiwasraya telah melanggar prinsip kehati-hatian dalam hal
berinvestasi. Menurut Burhanuddin, PT Jiwasraya malah menempatkan 95 persen
dana di saham yang berkinerja buruk.
"Sebagaimana
tertuang dalam laporan hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu atas
pengelolaan bisnis asuransi, investasi, pendapatan, dan biaya operasional. Hal
ini terlihat pada pelanggaran prinsip kehati-hatian dengan berinvestasi yang dilakukan
oleh PT Asuransi Jiwasraya yang telah banyak melakukan investasi pada aset-aset
dengan risiko tinggi untuk mengejar high grade atau keuntungan tinggi antara
lain yang pertama adalah penempatan saham sebanyak 22,4 persen senilai Rp 5,7
triliun dari aset finansial dan jumlah tersebut 5 persen dana ditempatkan pada
saham perusahaan dengan kinerja baik dan sebanyak 95 persen dana ditempatkan di
saham yang berkinerja buruk," ucapnya.
Selain itu,
Burhanuddin menduga PT Jiwasraya juga tak hati-hati dalam penempatan reksa dana
senilai Rp 14,9 triliun. Menurutnya, dari dana tersebut, 98 persennya dikelola
manajer investasi dengan kinerja buruk.
"Yang kedua
adalah penempatan reksa dana sebanyak 59,1 persen senilai Rp 14,9 triliun dari
aset finansial. Dari jumlah tersebut, 2 persen yang dikelola oleh manager
investasi Indonesia dengan kerja baik dan 98 persen dikelola oleh manajer
investasi dengan kinerja buruk," ungkapnya.
Hingga saat ini,
kejaksaan sudah memeriksa 89 orang terkait kasus ini. Namun belum ada tersangka
dalam kasus penyidikan korupsi perusahaan asuransi pelat merah ini.
"Tentang
pasalnya apa dan lain sebagainya, ini masih proses. Saya minta teman-teman pers
bersabar. Yang penting kasus asuransi Jiwasraya ini sedang kami tangani dan
saat ini sudah dalam tahap penyidikan," jelasnya.
Sebelumnya
diberitakan, Kejati DKI mengendus adanya dugaan tindak pidana korupsi di
Jiwasraya sejak 2014 hingga 2018. Menurutnya, Jiwasraya melalui unit kerja
pusat bancassurance dan aliansi strategis menjual produk JS Saving Plan dengan
tawaran persentase bunga tinggi atau cenderung di atas rata-rata berkisar
6,5-10 persen, sehingga memperoleh pendapatan total dari premi sebesar Rp 53,27
triliun.
"Dalam
pelaksanaannya, terdapat penyimpangan yang diduga melanggar ketentuan
perundang-undangan sehingga memenuhi kualifikasi tindak pidana korupsi (delik
korupsi), baik terkait proses penjualan produk JS Saving Plan maupun dalam
pemanfaatan pendapatan sebagai hasil penjualan produk JS Saving Plan,"
tutur Kasi Penkum Kejati DKI Nirwan Nawawi. (Tim/red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar