JAKARTA,
suarakpk.com – Massa yang menamakan diri Koalisi Masyarakat Anti Korupsi belum
berapa lama ini, Rabu (18/9) menuntut Wadah Pegawai KPK dibubarkan. Tuntutan
tersebut disuarakan di depan Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) di
Kuningan, Jakarta Selatan. Mereka menilai Wadah Pegawai KPK telah menentang
konstitusi karena menolak pengesahan Revisi UU KPK. Dan menurut mereka
pelemahan KPK justru datang dari Wadah Pegawai KPK itu.
"Bubarkan
Wadah Pegawai KPK karena upaya pelamahan justru datang dari internal KPK
sendiri," ujar Syarifudin Budiman, salah satu orator dalam unjuk rasa itu.
Tidak sepatutnya
mereka, lanjut Syarifudin, membangun konsolidasi dalam gedung ini, gedung yang
dibuat dengan uang negara.
Selain menuntut
pembubaran KPK, para demonstran juga menuntut Presiden Joko Widodo mempercepat
pelantikan lima komisioner KPK yang baru.
Sebelumnya, Wadah
Pegawai KPK menggelar aksi berkabung di depan gedung KPK pada Selasa malam.
Aksi berkubung itu sebagai pernyataan kekecewaan pegawai KPK yang tergabung
dalam wadah itu atas disahkannya revisi UU KPK oleh DPR RI. Mereka menilai,
revisi tersebut merupakan awal agenda pelemahan KPK dalam memberantas korupsi
di Indonesia.
Senada dengan demonstran, sebelumnya, Rabu (18/9/2019), Pengamat politik Ray Rangkuti, menilai sebaiknya KPK ditiadakan setelah Undang-Undang (UU) KPK hasil revisi disahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Senada dengan demonstran, sebelumnya, Rabu (18/9/2019), Pengamat politik Ray Rangkuti, menilai sebaiknya KPK ditiadakan setelah Undang-Undang (UU) KPK hasil revisi disahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Menurutnya, tujuh
poin perubahan dalam UU KPK hasil revisi itu tidak ada yang lebih mendorong
penguatan lembaga antirasuah.
"Dengan
desain seperti saat ini, sebaiknya KPK ditiadakan. Tujuh poin hasil UU ini, tak
ada yang lebih mendorong KPK untuk lebih kuat dalam menegakkan hukum bagi para
koruptor," ujar Ray.
Memang, kata dia,
tidak semua kewenangan istimewa KPK dicabut. Tapi dibuat rumit, penuh birokrasi
dan tumpang tindih. Batasan kasus dua tahun dan penerbitan surat perintah
penghentian penyidikan (SP3) juga membuat kesinambungan untuk melakukan
penyidikan atas satu kasus bisa terhenti.
Dalam UU KPK hasil
revisi, lanjutnya, seseorang yang kasusnya telah ditangani sampai dua tahun
tapi tak juga naik ke penuntutan maka akan ada alasan mendasar yang kuat
untuk meminta kasusnya dihentikan. Sehingga Ray Rangkuti menegaskan tak jelas
dasar dari aturan SP3 ini.
"Jika
SP3 diberikan kepada yang telah meninggal dunia, atau mereka yang sakit yang
tidak dapat lagi diharapkan sembuhnya masih dapat dipahami, tapi SP3 karena
batas waktu itu aneh bin ajaib," ujarnya.
Sementara, menanggapi
itu, Mantan Ketua DPR dari Partai Demokrat, Marzuki Alie menyarankan agar
lembaga anti rasuah tersebut ditiadakan saja. Sementara tugas pemberantasan
korupsi dikembalikan ke Kepolisi dan Kejaksaan.
"Kalau
sudah bagian dari Pemerintah, saya sarankan lebih baik tidak usah ada KPK, toh
sudah ada Polisi dan Jaksa," tulis Marzuki melalui akun twitter
@marzukialie_MA.
Lebih
lanjut, supaya pelaksanaan pemberantasan korupsi lebih maksimal di tangan
Kepolisi dan Kejaksaan, Marzuki menyarankan agar gaji pegawai kedua lembaga
tersebut dinaikkan.
"Berikan
gaji tinggi, artinya disamping gaji sebagai ASN juga tambahan gaji khusus
tipikor. Yakin Polri dan Jaksa juga bisa," kata Marzuki.
Sementara, terkait
pernyataan sikap wadah pegawai yang melakukan unjuk rasa termasuk soal
penolakan pada pimpinan baru KPK, Pakar Hukum Tata Negara Muhammad Rullyandi
menilai hal ini adalah hal yang sangat berani dan tidak tertib administrasi.
Dikatakan Rully, bahwa keberadaan wadah pegawai dalam upaya mempertahankan
independensi pegawai KPK, tidak beralasan.
Rully menegaskan
bahwa pegawai di lembaga negara justru harus mengedepankan sikap tertib
birokrasi dan jangan masuk mengintervensi ke ranah yang sangat
politis. Ini preseden bahaya, bisa-bisa semua lembaga seperti itu kan bisa
kacau.
“Kita ini bicara
mengurus negara, bukan serikat pegawai melawan korporat. Sekali lagi, menurut
saya wadah pegawai ini harusnya dibubarkan. Wadah pegawai juga sudah
overlapping mengurusi hal yang bukan urusannya. Memaksakan intervensi ke ranah
yang sangat politis," katanya
Dia
juga menilai wadah pegawai yang saat ini ada di Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) tidak relevan dengan nomenklatur KPK sebagai lembaga negara.
"Harusnya
wadah pegawai ini memang dibubarkan. Terlebih pascadisahkan Revisi Undang-Undang
KPK karena tidak sesuai dengan nomenklatur lembaga negara saat ini," kata
Rully dalam Diskusi Opini Live yang diselenggarakan Radio MNC Trijaya, di
D'Consulate, Jakarta, Rabu (18/9).
Menurutnya, KPK
saat ini merupakan lembaga negara yang masuk dalam rumpun eksekutif. Pegawainya
berstatus sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) sehingga bentuk wadah pegawai
tidak relevan.
"Wadah
pegawai itu cocoknya di perusahaan. Keberadaan wadah pegawai ini bisa dibilang
tidak tertib dalam konteks kelembagaan," katanya.
Sistem kepegawaian
KPK, lanjut Rully, tak hanya diisi oleh jabatan-jabatan penyidik yang
memerlukan catatan sikap independen. Di KPK juga terdapat staf-staf yang
sifatnya administratif dan dengan menjadikannya ASN maka justru akan
memperjelas posisi dan statusnya. (team/red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar