JAKARTA, suarakpk.com
– Putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang membatalkan Putusan
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjadi harapan baru dalam kebebasan dan
kemerdekaan pers di Indonesia.
Dimana sebelumnya, dalam putusan Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat telah menolak gugatan perdata terhadap Dewan Pers,
sebagaimana dimohonkan oleh Persatuan Pewarta Indonesia (PPWI) dan Serikat Pers
Republik Indonesia (SPRI) terkait Standar Kompetensi Wartawan. Setelah
persidangan selama sekira 11 bulan itu, Majelis hakim memutuskan menolak
gugatan dari PPWI dan SPRI pada sidang 13 Februari 2019. Selain itu, Hakim
memutuskan PPWI dan SPRI untuk membayar biaya perkara.
Dalam proses persidangan di Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat tersebut, Dewan Pers membantah dalil para penggugat. Dewan Pers
juga menyatakan tegas memiliki fungsi berdasarkan UU Pers N. 40 tahun 1999
(Pasal 15 ayat 2, huruf f) adalah sah dan berwenang mengeluarkan peraturan Dewan
Pers sebagai hasil dari proses memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam
menyusun peraturan peraturan di bidang pers khususnya peraturan tentang Standar
Kompetensi Wartawan.
Namun, semua bantahan Dewan Pers tersebut
ditolak oleh Majelis Hakim Banding Pengadilan Tinggi DKI Jakarta sebagaimana
tersurat dalam surat Relaas Pemberitahuan isi Putusan Pengadilan Tinggi DKI
Jakarta, Nomor : 331/PDT/2019/PT.DKI.jo.No.235/Pdt.G/2018/PN.JKT.PST pada hari
selasa 10 September 2019 yang ditanda tangani oleh Jurusita pada Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat, Lutfi Sukowati Ilyasa. Dalam surat tersebut menjelaskan
tentang isi Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta tanggal 26 Agustus 2019 Nomor
: 331/PDT/2019/PT.DKI.jo.No.235/Pdt.G/2018/PN.Jkt.Pst dimana pada amar putusan
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang isinya Pertama : Menerima permohonan banding
dari semula para penggugat dan Kedua : Membatalkan putusan Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat tanggal 13 Februari 2019 Nomor : 235/Pdt.G/2018/PN.Jkt.Pst yang
dimohonkan banding tersebut.
Dalam surat tersebut juga menjelaskan dalam
Eksepsi : PT DKI Jakarta menyatakan Eksepsi tergugat (Dewan Pers/red)
tidak dapat diterima (Niet Onvankelijk Verklaard).
Menanggapi putusan tersebut, Ketua Umum PPWI
Wilson Lalengke mengatakan, Keputusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta
sesungguhnya memberi harapan baru bagi insan pers.
"Permohonan banding kita telah
dimenangkan dan itu membuktikan peraturan Dewan Pers tidak mengikat bagi
seluruh wartawan," ujar alumni PPRA-48 Lemhanas RI di Jakarta, Selasa
(10/9/2019).
Lalengke juga menambahkan, sudah saatnya
seluruh kekuatan pers Indonesia bersatu kembali untuk menyelesaikan
permasalahan pers yang sangat besar ini.
"Dua lembaga peradilan saja (Pengadilan
Tinggi dan Pengadilan Negeri) bisa berbeda persepsi tentang persoalan pers yang
ada saat ini, maka sebaiknya solusi masalah pers harus diselesaikan juga lewat
jalur politik," pungkasnya.
Sebagimana diketahui bersama, protes keras
insan pers atas kebijakan dan regulasi yang dibuat oleh Dewan Pers kian deras
mengalir dari berbagai penjuru tanah air. Gerakan protes itu makin memuncak
akibat maraknya tindakan kriminalisasi terhadap pers di berbagai daerah namun
Dewan Pers terlihat diam saja, bahkan terkesan ikut mendorong agar para
jurnalis kritis dipenjarakan.
Berbagai aturan dan kebijakan Dewan Pers yang
dinilai melampaui kewenangannya antara lain adalah melaksanakan kegiatan wajib
bagi wartawan Indonesia untuk ikut Uji Kompetensi Wartawan melalui Lembaga
Penguji Standar Kompetensi Wartawan yang ditetapkan sendiri oleh Dewan Pers
dengan cara membuat peraturan-peraturan sepihak. Sehingga tindakan yang
dilakukan Dewan Pers tersebut dinilai telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum
karena melampaui kewenangan fungsi Dewan Pers
Selain itu, ada edaran Dewan Pers terkait
hasil verifikasi perusahan pers di berbagai daerah menyebabkan sejumlah
instansi pemerintah daerah dan lembaga penegak hukum di daerah mengeluarkan
kebijakan yang hanya melayani atau memberi akses informasi kepada media yang
sudah diverifikasi Dewan Pers. Hal ini sangat merugikan perusahaan pers maupun
wartawan yang bekerja pada perusahan pers yang dinyatakan belum lolos
verifikasi Dewan Pers, karena mengalami kesulitan dalam memperoleh akses
informasi dan akses pengembangan usaha.
Sebelumnya, Ketua Umum DPN PPWI Wilson
Lalengke menegaskan, bahwa PPWI turut mengajukan gugatan ini sebagai bentuk
pembelaan kepada seluruh pekerja media, secara khusus terhadap para jurnalis
yang terdampak langsung dengan kebijakan Dewan Pers selama ini. Dua kasus yang
diadukan dan ditangani PPWI yang terkait langsung dengan kebijakan Dewan Pers
menjadi pertimbangan PPWI Nasional, sehingga merasa perlu melibatkan diri dalam
proses gugat-menggugat secara hukum ini.
Kasus itu menurut data PPWI adalah:
1. Kriminalisasi terhadap dua jurnalis Aceh,
Umar Effendi dan Mawardi terkait pemberitaan tentang “Tidak Sholat Jumat
seorang oknum anggota DPRA, Azhari alias Cage, yang dimuat di media online
Berita Atjeh dan berdasarkan rekomendasi Dewan Pers mereka akhirnya dijebloskan
ke penjara.
2. Kriminalisasi terhadap pers yang menimpa
Pemimpin Umum media Jejak News Ismail Novendra terkait berita tentang dugaan
KKN oknum pengusaha yang memiliki hubungan kekerabatan dengan Kapolda Sumatera
Barat, dan meraup beberapa proyek strategis di sejumlah instansi pemerintah di
Sumatera Barat. Kasus ini tetap berlanjut ke Pengadilan Negeri setempat
meskipun Dewan Pers telah merekomendasikan agar kasus tersebut diselesaikan dengan
menggunakan UU Pers, namun polisi tetap memproses menggunakan pasal 310 dan 311
KUHP.
Salah satu kesimpulan dari dua kasus di atas,
menurut Lalengke, bahwa sebenarnya rekomendasi Dewan Pers, dari pangkal hingga
ke ujung hanyalah akal-akalan saja dan tidak membantu, serta tidak berguna
alias tidak diperlukan.
Jebolan PPRA XLVIII Lemhanas RI tahun 2012
ini juga mengajak seluruh insan pers tanah air untuk ikut berjuang menegakan
kemerdekaan pers agar tidak ada lagi kriminalisasi terhadap pers. (001/red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar