JAKARTA, suarakpk.com – Isu
kemajukan bukan semata-mata isu sosial atau isu-isu politik, tetapi penerimaan
terhadap kemajemukan adalah juga menjadi isu pembangunan ekonomi, demikian
dikatakan oleh Presiden Joko Widodo dalam sambutannya saat acara Pembukaan
Forum Titik Temu “Kerja Sama Multikultural untuk Persatuan dan Keadilan” di
Makara Ballroom, Hotel Double Tree Hilton, Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (18/9)
pagi tadi. Forum Titik Temu merupakan tempat berkumpulnya civil society yang
berorientasi pada gerakan kultural yang diselenggarakan oleh Nurcholish Madjid
Society, Jaringan Gusdurian, dan Maarif Institute.
Dalam kesempatan itu juga dibacakan
Deklarasi Forum Titik Temu yang disampaikan sebagai respons atas perkembangan
situasi dan kondisi politik di tanah air saat ini. Tampak hadir dalam
kesempatan itu antara lain Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Mendikbud
Muhadjir Effendy, Mensesneg Pratikno, Wakil Presiden ke-6 RI Try Sutrisno,
ulama Prof. Dr. Quraish Shihab, Sinta Nuriyah Wahid, dan Komariah Nurcholis
Majid (istri almarhum Nurcholis Majid).
Menurut Presiden, bahwa tanpa adanya
penerimaan terhadap kemajemukan, tanpa adanya penerimaan terhadap anggota warga
dengan latar belakang yang berbeda-beda, maka masyarakat tersebut akan menjadi
masyarakat yang tertutup dan tidak berkembang.
Untuk itu Kepala Negara mengajak
kembali kepada semangat berdirinya negara ini, yaitu Bhinneka Tunggal Ika.
“Yang mampu mengelola kemajemukan di
internal bangsa kita, yang bisa menjadi teladan, menjadi panutan dunia dalam
merawat toleransi dan persatuan, dan juga berani terbuka untuk kemajuan bangsa,
menjadi kebutuhan,” kata Jokowi.
Sebelumnya pada awal sambutannya
Presiden Jokowi mengemukakan, sejalan dengan perkembangan teknologi dan
pertumbuhan ekonomi, bukan hanya lalu lintas informasi yang meningkat sekarang
ini tetapi juga lalu lintas manusia.
“Lalu lintas orang antar daerah,
lalu lintas orang antar negara juga terus meningkat,” tandasnya.
Dijelaskannya, bahwa orang bergerak
dari satu daerah ke daerah yang lain karena infrastrukturnya semakin baik. Orang
bergerak dari satu negara ke negara yang lain karena konektivitasnya juga semakin
baik untuk berbagai alasan.
“Bisa untuk berwisata, bisa untuk
bekerja, bisa untuk berbisnis, dan bisa untuk kegiatan-kegiatan yang lainnya.
Baik dalam waktu harian, jangka waktu yang pendek, beberapa bulan, berapa tahun
dan bahkan menetap selamanya,” jelas Jokowi.
Oleh karena itu, Kepala Negara
meyakini masyarakat kita dan juga masyarakat dunia ke depan akan semakin
majemuk. Semakin majemuk dalam suku maupun etnis, lanjut Presiden, semakin
majemuk dalam adat dan budaya, dan semakin majemuk pula dalam agama.
“Kemajemukan itu bukan semata-mata
akibat dari perkembangan zaman yang tidak bisa kita hindari. Tetapi kemajemukan
itu adalah sebuah kebutuhan, karena kemajemukan akan membuat kita semakin kaya
imajinasi untuk berinovasi. Kemajemukan membuat kita akan semakin matang,
semakin dewasa. Dan kemajemukan itu akan menjadi satu bagian yang tak
terpisahkan dari sebuah kemajuan ekonomi,” ujar mantan Walikota Solo.
Lebih lanjut Mantan Gubernur DKI
Jakarta mengungkapkan bahwa keberhasilan sebuah negara, keberhasilan sebuah
daerah dan keberhasilan sebuah masyarakat akan sangat ditentukan oleh derajat
penerimaannya terhadap kemajemukan.
“Semakin sebuah masyarakat bisa
menerima kemajemukan, maka akan semakin diminati, akan semakin dikunjungi, akan
semakin didatangi. Dan akhirnya akan semakin mampu mendongkrak kesejahteraan
ekonomi masyarakat di daerah itu atau di negara itu,” ucapnya.
Dirinyapun bersyukur Indonesia
adalah negara majemuk yang sejak awal berdirinya.
“Bangsa Indonesia ini adalah bangsa yang
‘bhinneka’, yang berbeda suku, berbeda agama, berbeda budaya. Tetapi Indonesia
adalah bangsa yang ‘Tunggal Ika’, yang bersatu dalam perbedaan,” pungkasnya. (001/FID/JAY/ES/red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar