Pada Rabu, 14 Agustus 2019, putusan atas kasus laka
lantas yang dilakukan oknum polisi MAHMUD
BIN HADI MULYONO, yang menghilangkan nyawa 3 (tiga) orang mahasiswa
dibacakan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri
Palangka Raya, yakni Alfon S.H.,M.H. Dalam putusan yang dibacakan bahwa
“terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah dengan melakukan
tindak pidana sebagaimana dakwaan Penuntut Umum, dan Majelis Hakim menjatuhi
hukuman penjara selama 4 (empat) bulan dan denda sebesar Rp. 1.000.000,- dengan
subsider 2 (dua) bulan penjara, dengan perintah terdakwa tetap di tahan, sesuai
dengan Pasal 310 ayat (3) dan (4) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang
Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ)”. (Harian Online suarakpk.com)
Pada uraian diatas merupakan putusan hakim yang
tentunya memiliki kepastian hukum serta berkekuatan mengikat. Pada Pasal 1 ayat
(3) UUD NRI 1945 yang berbunyi “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Hal ini
berarti bahwa segala sesuatunya harus didasarkan dengan hukum, baik tuntutan
Penuntut Umum, maupun Putusan Majelis Hakim. Hal ini juga berkaitan dengan asas
legalitas dalam hukum pidana, yang dikenal dengan adagium “nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali” yang dapat diartikan
“tidak ada tindak pidana, tanpa ada hukum yang mengaturnya terlebih dahulu”.
Dengan ini berarti bahwa putusan tersebut diatas memiliki kepastian hukum,
karena memang diatur dalam Pasal 310 ayat (3) dan (4) Undang-Undang Nomor 22
Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ).
Apakah putusan majelis
hakim tersebut diatas sudah adil?
Dalam sudut pandang dan keyakinan Penuntut Umum
serta Majelis Hakim, mungkin itu sudah
adil. Namun dalam sudut pandang saya, putusan tersebut di atas sangat menciderai
rasa keadilan, dan sudut pandang saya ini juga sama dengan sudut pandang orang
tua korban, saksi Yogi, dan juga masyarakat. Bahkan menurut saya, hal ini akan
semakin meningkatkan ketidak percayaan masyarakat terhadap penegak hukum. Dalam
perspektif masyarakat akan tetap hidup bahwa hukum tumpul ke atas, dan tajam ke
bawah, atau bahkan yang terbangun dalam
perspektif masyarakat bahwa keadilan itu terlalu mahal di negeri ini,
hingga rakyat kecil tidak berhak mendapatkannya.
Menurut Geny tentang Teori Etis (Ethische Theorie), bahwa hukum bertujuan
semata-mata untuk mewujudkan keadilan yang semaksimal-maksimalnya dalam
masyarakat. Keadilan yang semaksimal-maksimalnya yang dimaksud disini adalah
keadilan ditengah-tengah masyarakat. Bahwa masyarakat merasa adil atas
penegakan hukum. Maka dengan itu, menurut saya penegak hukum seharusnya
menggali bagaimana keadilan yang ditengah-tengah masyarakat itu, sehingga
masyarakatpun akan percaya bahwa hukum itu tidak lagi tumpul ke atas dan tajam
ke bawah. Masyarakat mengharapkan penegakan hukum itu harus adil sesuai dengan
ketentuan hukum yang ada, namun tidak menciderai rasa keadilan dalam hati
nurani rakyat, sehingga penegakan hukum itu tetap memuat kepastian hukum,
keadilan, dan kemanfaatan.
Pada sebuah video singkat yang berisi pernyataan
sikap dari orang tua Alm. Lamtio Simatupang dan juga orang tua Alm. Rikson
Pangaribuan sebelum putusan hakim dibacakan, bahwa kedua orang tua korban
menyatakan tidak terima dengan tuntutan penuntut umum yang dibacakan pada Rabu,
7 Agustus 2019 di Ruang Cakra Pengadilan Negeri Palangka Raya. Kedua orang tua
juga menyampaikan dalam video tersebut, bahwa perwakilan terdakwa yang mendatangi kediaman orang tua almarhum, pada
saat berketepan keluarga dalam keadaan berkabung. Sehingga keluarga tidak dapat
berbuat apa-apa.
Sebelum pembacaan putusan, Aliansi Mahasiswa UPR
Peduli Keadilan juga telah mengirimkan Kajian Hukum dan Petisi Keadilan Untuk
Tiga Mahasiswa Universitas Palangka Raya Yang Menjadi Korban Laka Lantas yang
di tanda tangani 100 orang mahasiswa. Petisi tersebut menjadi bukti bahwa
keadilan yang terciderai bukan hanya keadilan yang menurut sudut pandang saya
ataupun keluarga korban, namun juga menciderai rasa keadilan di tengah-tengah
masyarakat luas.
Seiring dengan Putusan Majelis Hakim Pengadilan
Negeri Palangka Raya atas kasus laka lantas tersebut, maka bersamaan itu juga
harapan masyarakat dan keluarga korban pupus untuk mencari keadilan, karena
tidak ada upaya hukum lagi. Betapa saya sangat merasakan bagaimana harapan dan
cita-cita orang tua korban harus pupus dengan laka lantas yang merenggut nyawa
anak-anaknya, dan harapan untuk mendapatkan keadilan juga harus pupus dengan
putusan Hakim yang menerima, memeriksa, dan mengadili perkara tersebut.
Kandoni Siringoringo
Mahasiswa Hukum Tata Negara Fakultas
Hukum Universitas Palangka Raya
Itulah tugas para pengacara membantu keadilan tersebut.
BalasHapus