Ketgam: Koordinator KMPTS, Samsul Askans. Foto: Randy Yaddi. |
KENDARI, suarakpk.com- Konsorsium Masyarakat Pemerhati Tambang Sultra (KMPTS) mendesak Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi Tenggara (Sultra) agar mengundang direktur PT. Panca Logam Nusantara dan Anugrah Alam Buana untuk dihearing.
Pasalnya, hingga kini dua perusahaan tersebut diduga masih saja melakukan aktivitas pertambangan, sementara Izin Pinjam Pakai Hutan Produksinya (IPPHP) belum diperpanjang.
Koordinator KMPTS Samsul mengatakan, sejak Februari 2018 lalu, IPPHP dua perusahaan besar itu telah berakhir dan belum diperpanjang, namun PT Panca Logam Nusantara dan Anugrah Alam Buana terus melakukan penambangan liar.
"Menambang tanpa izin kan sama halnya merampas kekayan alam di bumi Sulawesi Tenggara," kata Samsul, Minggu (22/07/2018).
Ia meminta kepada Komisi pertambangan DPRD Sultra untuk segera memanggil direktur PT Panca Logam Nusantara dan Anugrah Alam Buana untuk dimintai keterangannya. "Kalau bisa dipanggil dan diproses, secepatnya," tegasnya.
Samsul menerangkan bahwa Kementerian Kehutanan dan Lingkungan (KLHK) sudah memberikan teguran kepada kedua perusahaan tersebut melalui UPTD KPHP unit X Tina Orima tertanggal 20 Maret 2018.
Isi suratnya adalah teguran kepada dua perusahaan itu agar menghentikan segala aktivitasnya di dalam kawasan hutan lindung sebelum memperpanjang IPPHP nya. Namun, ironisnya teguran tersebut idak diindahkan oleh pihak perusahaan.
"Memang dasarnya dua perusahaan ini keras kepala. Mereka tidak memperhatikan teguran pemerintah. Kalau begini adanya, baiknya Kementrian Kehutanan tidak lagi memperpanjang izinnya. Kita usir saja mereka dari Sulawesi Tenggara," kesalnya.
Ia menambahkan, pemerintah harus mengevaluasi betul - betul PT Panca Logam Nusantara. Sebab perusahaan tersebut dinilai punya riwayat yang tidak baik.
"Kan tahun - tahun kemarin, perusahaan emas ini juga menggelapkan pajak. Jumlahnya fantastis lagi. Dan saya menduga ketakutan Perusahaan ini dalam memperpanjang Izin, karena masih ketunggakan royalti yang berjumlah miliaran rupiah dan itu harus dibayar sebelum izin baru di terbitkan," tutup Mantan Ketua BEM Fisip UHO ini. (Randy Yaddi).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar