Jakarta, suarakpk.com - Banyak hal diungkapkan
tersangka korupsi e-KTP Setya Novanto yang resmi
mengenakan rompi oranye saat dibawa ke Gedung Merah Putih, di kawasan Kuningan,
Jakarta Selatan. Usai diperiksa KPK selama satu jam, Setya Novanto memberikan keterangan kepada awak
media. Selain keluh kesah
soal penahanan dirinya, Setya Novanto juga mengungkapkan upaya yang dia lakukan
agar bisa terbebas dari kasus ini. Bahkan dirinya sempat menuliskan dua lembar
surat yang diduga ditandatangani Setya Novanto diatas materai Rp 6.000 beredar
di kalangan wartawan.
Dalam surat yang
diduga ditulis langsung Setya Novanto itu menjelaskan dua hal.
Pertama
soal penunjukan Sekjen Golkar Idrus Marham sebagai Pelaksana tugas (Plt) Ketua
Umum Golkar dan Yahya Zaini atau Aziz Syamsuddin sebagai Plt Sekjen Golkar.
Yth DPP Partai
Golkar. Bersama ini disampaikan. Tidak ada penyerahan/pemberhentian
sementara/permanen terhadap saya selaku Ketua Umum Partai Golkar. Dan untuk
sementara saya tunjuk Plt Ketua Umum Idrus Marham, Plt Sekjen Yahya Zaini atau
Aziz Syamsuddin. Demikian harap dimaklumi. Jakarta, 21/11/2017. Setya Novanto.'
Sementara surat
kedua Novanto ditunjukan kepada pimpinan DPR RI, meminta supaya Mahkamah
Kehormatan Dewan (MKD) memberikan waktu kepada dirinya untuk membuktikan tak
terlibat kasus dugaan korupsi proyek E-KTP.
"Bersama dengan ini saya selaku Ketua DPR RI
sedang menghadapi kasus hukum proyek E-KTP yang disidik KPK, saya meminta
pimpinan DPR lainnya dapat memberikan kesempatan saya untuk membuktikan tidak
ada keterlibatan saya," tulis dalam surat tersebut.
Dirinya juga
meminta agar MKD DPR tidak menggelar rapat pleno sidang MKD untuk
memberhentikan dirinya dari Ketua DPR dan Anggota DPR.
"Dan untuk sementara waktu tidak diadakan
rapat pleno sidang MKD terhadap kemungkinan menonaktifkan saya baik selaku
Ketua DPR maupun selaku anggota dewan," tulis dalam surat tersebut.
Menanggapi
dugaan surat dari Setya Novanto tersebut, Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah
mengimbau, Mahkamah Kehormatan Dewan DPR menghentikan penyelidikan terhadap
dugaan pelanggaran etik Ketua DPR Setya Novanto. Hal itu terkait dengan surat
pernyataan yang ditulis Setnov di balik penjara KPK.
Menurutnya, MKD sebaiknya menunggu proses kasus hukum Setnov hingga berkekuatan hukum tetap atau inkrahct.
"Karena beliau (Setnov) sedang berada sebagai tahanan, oleh karena itu untuk amannya proses di MKD sebaiknya menggunakan pasal tentang apabila sudah ditetapkan sebagai terdakwa,” ujar Fahri kepada wartawan, selasa (21/11).
Menurutnya, MKD sebaiknya menunggu proses kasus hukum Setnov hingga berkekuatan hukum tetap atau inkrahct.
"Karena beliau (Setnov) sedang berada sebagai tahanan, oleh karena itu untuk amannya proses di MKD sebaiknya menggunakan pasal tentang apabila sudah ditetapkan sebagai terdakwa,” ujar Fahri kepada wartawan, selasa (21/11).
Pernyataan
Fahri tersebut mengacu pada ketentuan Pasal 87 ayat (5) UU Nomor 17 Tahun 2014
tentang MD3, yang menyebutkan bahwa pimpinan DPR diberhentikan sementara dari
jabatannya apabila dinyatakan sebagai terdakwa karena melakukan tindak pidana
yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih.
Menurut Fahri, surat yang ditulis Setnov merupakan imbauan kepada MKD agar tidak mengeluarkan rekomendasi pergantian status Ketua DPR. Setnov, kata dia, meminta agar MKD mematuhi imbauannya selaku Ketua DPR sebagaimana diatur dalam UU MD3. Terkait surat itu juga, kata Fahri, Setnov menegaskan fraksi Golkar tidak akan mengusulkan pergantian posisi Ketua DPR yang saat ini masih dijabat olehnya. Sebab, dalam UU MD3 juga menyebut pergantian harus ditandatangai Ketua Umum dan Sekjen partai yang bersangkutan.
"Karena pengajuan perubahan calon piminan sesuai dengan UU MD3 mensyaratkan adanya tanda tangan dari Ketum dan Sekjen yang asli bukan Pelaksana Tugas atau pengganti," ujarnya.
Lebih dari itu, Fahri mengatakan, MKD tidak dapat melakukan pemeriksaan terhadap Setnov sebagai langkah pembuktian jika saat ini Setnov masih mendekam di tahanan.
"Saya kira itu lebih mudah bagi MKD daripada melakukan pemeriksaan yang akan memerlukan kehadiran saksi-saksi dan lain-lain termasuk beliau (Setnov) sendiri," ujar Fahri.
Di sisi lain, Ketua MKD Sufmi Dasco Ahmad mengkaim, MKD belum secara resmi menerima surat tersebut.
Bahkan,
ia mengkliam, MKD perlu memverifikasi surat tersebut sebelum mengambil
keputusan terhadap penyelidikan dugaan pelanggaran etik Setnov.
"Itu suratnya kita enggak terima. Jangan-jangan bikinan orang aja itu," ujar Sufmi.
Sementara, Ketua DPP
Golkar Bambang Soesatyo menghargai adanya surat dari Setya Novanto yang meminta
agar dia tak dicopot dari posisinya sebagai Ketum Golkar dan Ketua DPR. Bambang
menyebut sikapnya itu merupakan bagian dari fatsun politik yang dia jalani."Itu suratnya kita enggak terima. Jangan-jangan bikinan orang aja itu," ujar Sufmi.
"Justru saya menghargai adanya surat dari Novanto ke pimpinan DPR yang meminta agar tidak ada pembahasan soal pergantian pimpinan DPR," kata pria yang akrab disapa Bamsoet itu di kantor DPP Golkar, Jalan Anggrek Neli, Jakbar, Selasa (21/11/2017).
Ketua Komisi III DPR ini pun menyebut apa yang dilakukan Novanto merupakan fatsun politik bagi dirinya. Saat ini Golkar masih menggelar rapat pleno untuk membahas nasib Novanto baik sebagai ketum, maupun untuk posisinya sebagai Ketua DPR. "Itu fatsun politik saya," Bamseot. (Red.001/Jkt)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar