Semarang, suarakpk.com - Nama
Ganjar dalam keterlibatannya di e-KTP, bukanlah pertama kali. Ketika sidang 9
Maret 2017 lalu, dalam dakwaannya jaksa menyebut sederet nama yang terlibat
mega korupsi berjamaah yang merugikan negara sekitar Rp 2.3 triliun. Ada
sekitar 40-an tokoh yang menikmati uang haram tersebut, antara lain,
Gamamawan Fauzi (Mendagri), Setya Novanto, Anas Urbaningrum, Mirwan Amir,
Yasonna Laoly, Ade Komaruddin, Chaaeruman Harahap, Marzuki Alie dan
sebagainya.
Dari sekian nama yang telah divonis oleh hakim, meliputi Irman (mantan Dirjen Dukcapil Kemendagri, 7 tahun penjara), Sugiarto (mantan Direktur Pengelolaan Administrasi Kependudukan Kemendafri 5 tahun penjara), Miryam S Haryani (politisi Hanura 5 tahun penjara). Sementara Andy Narogong menjalani persidangan, kemudian Setya Novanto yang ditetapkan sebagai tersangka dan meringkuk di KPK.
Ketika nama mereka disebut, semua pun seperti koor memberikan bantahan. Bahkan, nama Allah pun dibawa-bawa, seperti Gamawan Fauzi dan Setya Novanto. “Demi Allah kepada seluruh Indonesia, bahwa saya tidak menerima apa pun dari e-ktp” jelas Setnov dalam Rakornas Golkar di Redtop Hotel, Maret lalu.
Begitupun Gamawan. Ia mengaku satu rupiah pun tidak menerima. Ia juga siap dikutuk jika menerimanya meski hanya satu rupiah. “Kalau ada saya minta didoakan saya dikutuk Allah” jelas Gamawan yang di e-KTP ini baru menjadi saksi.
Dari sekian nama yang telah divonis oleh hakim, meliputi Irman (mantan Dirjen Dukcapil Kemendagri, 7 tahun penjara), Sugiarto (mantan Direktur Pengelolaan Administrasi Kependudukan Kemendafri 5 tahun penjara), Miryam S Haryani (politisi Hanura 5 tahun penjara). Sementara Andy Narogong menjalani persidangan, kemudian Setya Novanto yang ditetapkan sebagai tersangka dan meringkuk di KPK.
Ketika nama mereka disebut, semua pun seperti koor memberikan bantahan. Bahkan, nama Allah pun dibawa-bawa, seperti Gamawan Fauzi dan Setya Novanto. “Demi Allah kepada seluruh Indonesia, bahwa saya tidak menerima apa pun dari e-ktp” jelas Setnov dalam Rakornas Golkar di Redtop Hotel, Maret lalu.
Begitupun Gamawan. Ia mengaku satu rupiah pun tidak menerima. Ia juga siap dikutuk jika menerimanya meski hanya satu rupiah. “Kalau ada saya minta didoakan saya dikutuk Allah” jelas Gamawan yang di e-KTP ini baru menjadi saksi.
Tapi, terdakwa Andi Narogong tidak membantah semua keterengan Nazaruddin,
ketika dimintai tanggapannya soal keterangan Nazaruddin mengenai Ganjar
Pranowo.
Mantan Bendahara
Umum Partai Demokrat, Nazaruddin, lagi-lagi “bernyanyi” di Pengadilan Tipikor.
Setelah membuat Setya Novanto meringkuk di balik jeruji KPK, Nazaruddin
menyebut lagi sosok Ganjar Pranowo yang turut “mencicipi” uang haram e-KTP.
Jumlahnya 500 ribu dolar US.
"Semua yang saya sampaikan itu benar, Yang Mulia," ujar Nazaruddin, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin, 20 November 2017.
"Semua yang saya sampaikan itu benar, Yang Mulia," ujar Nazaruddin, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin, 20 November 2017.
Melalui
persidangan, anggota majelis hakim mengonfirmasi salah satu poin dalam berita
acara pemeriksaan (BAP) Nazaruddin. Nazaruddin, dalam keterangan di BAP, pernah
menceritakan mekanisme penyerahan uang kepada Ganjar senilai US$ 500 ribu.
Menurut
Nazaruddin, dia bersama Andi Narogong berkumpul di ruangan anggota DPR, Mustoko
Weni. Mustoko sendiri adalah anggota Badan Anggaran di Komisi II DPR pada waktu
itu.
Saat itu,
Nazaruddin mendengar secara langsung, Mustoko sedang menghubungi Ganjar melalui
telepon. Melalui sambungan telpon, Mustoko menanyakan perihal apakah Andi perlu
menemui Ganjar di ruang kerjanya. Ganjar pun menjawab bahwa ia yang akan
mendatangi ruang kerja Mustoko.
Menurut Nazar
dalam BAP, di ruang kerja Mustoko Weni, Ganjar menerima uang US$ 500 ribu.
"Ganjar menyampaikan kepada saya (Nazaruddin), ini kebersamaan, biar
program besarnya jalan," ujar hakim Anwar ketika membaca BAP.
Nama Ganjar yang tertera
dalam surat dakwaan jaksa penuntut umum perkara korupsi e-KTP yang
disidangkan di Pengadilan Tipikor pada Kamis, 9 Maret 2017 lalu. Surat dakwaan
tersebut memuat sederet nama yang menerima aliran duit proyek e-KTP.
Ganjar disebut menerima uang US$ 520 ribu. Ia telah membantah dakwaan tersebut
dan dia selalu menolak dikait-kaitkan.
Ganjar pernah menceritakan kembali pengalamannya saat ditawari goodie bag berisi uang oleh seorang laki-laki di gedung Dewan Perwakilan Rakyat. Menurut Ganjar, goodie bag tersebut diberikan setelah dia menghadiri rapat di Komisi Pemerintahan DPR terkait dengan anggaran proyek kartu tanda penduduk elektronik atau e-KTP.
Ganjar pernah menceritakan kembali pengalamannya saat ditawari goodie bag berisi uang oleh seorang laki-laki di gedung Dewan Perwakilan Rakyat. Menurut Ganjar, goodie bag tersebut diberikan setelah dia menghadiri rapat di Komisi Pemerintahan DPR terkait dengan anggaran proyek kartu tanda penduduk elektronik atau e-KTP.
Dirinyapun,
menyebut keterangan Nazaruddin terkait dirinya dalam kasus e-KTP sebagai
kesaksian yang aneh. Dia menilai adanya rekayasa yang sangat berlebihan dalam
kasus tersebut.
"Oh kan kesaksian Nazaruddin, kan sudah dari dulu diomongkan seperti itu. Dia (Nazaruddin) menyebutkan waktunya saja salah. Kata dia, melihat saya terima duit. Bandingkan dengan kesaksian Gawawan Fauzi, bandingkan dengan kesaksiannya Ketua Komisi. Dia saja tidak menceritakan itu, maka aneh,"
Hal tersebut disampaikan Ganjar kepada wartawan saat diminta tanggapan terkait kesaksian mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin usai membuka Seminar, Rakerda III dan Harmonisasi Perbarindo DPD Jawa Tengah di Bandungan, Kabupaten Semarang, Selasa (21/11/2017).
"Oh kan kesaksian Nazaruddin, kan sudah dari dulu diomongkan seperti itu. Dia (Nazaruddin) menyebutkan waktunya saja salah. Kata dia, melihat saya terima duit. Bandingkan dengan kesaksian Gawawan Fauzi, bandingkan dengan kesaksiannya Ketua Komisi. Dia saja tidak menceritakan itu, maka aneh,"
Hal tersebut disampaikan Ganjar kepada wartawan saat diminta tanggapan terkait kesaksian mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin usai membuka Seminar, Rakerda III dan Harmonisasi Perbarindo DPD Jawa Tengah di Bandungan, Kabupaten Semarang, Selasa (21/11/2017).
"Dan yang
luar biasa ketika rekayasa dibuat itu, Anda cek sejak dari pertama, apakah
konsisten angka-angkanya atau tidak. Yang kedua, dia menyampaikan itu dibagi
pada bulan September-Oktober, padahal Bu Mustoko Weni saja meninggalnya Juni
(18 Juni 2010). Maka, saya kira rekayasa sudah sangat berlebihan," lanjut
Ganjar.
Kendati demikian, dia menyadari dalam kasus tersebut situasinya memang memungkinkan ada penumpang-penumpang gelap untuk move politik. Namun dia tegas meminta untuk melihat konsistensinya.
"Ya saya sadar saja karena situasinya mungkin ada penumpang-penumpang gelap untuk move politik, lihat saja konsistensinya. Kalau saya, prinsipnya satu aja, ketika kamu konsisten untuk antikorupsi maka pada saat itu musuhmu akan banyak dan diganggu terus menerus," tuturnya. (Tim)
Kendati demikian, dia menyadari dalam kasus tersebut situasinya memang memungkinkan ada penumpang-penumpang gelap untuk move politik. Namun dia tegas meminta untuk melihat konsistensinya.
"Ya saya sadar saja karena situasinya mungkin ada penumpang-penumpang gelap untuk move politik, lihat saja konsistensinya. Kalau saya, prinsipnya satu aja, ketika kamu konsisten untuk antikorupsi maka pada saat itu musuhmu akan banyak dan diganggu terus menerus," tuturnya. (Tim)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar