BLORA, suarakpk.com - Perihal tentang revisi Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Blora, periode 2017-2037 mendatang sepertinya mengundang perhatian dari banyak pihak.
Bukan tanpa sebab, berawal dari dugaan copy-paste yang tertulis didalam Naskah Akademis Ranperda RTRW Kab. Blora, Bab III mengenai Analisis dan Evaluasi Peraturan Perundang-Undangan Terkait pada baris ke-17 dimana ada dua nama kabupaten yang lain muncul, hingga dugaan double penggunaan anggaran dalam Revisi RTRW pada tahun 2015 dan 2016 itupun tak luput menjadi sorotan.
Ir. Sam Gautama Kamajaya, selaku Kepala Badan Perencanaan Daerah (Bappeda) Kab. Blora, pada kurun waktu Maret 2011- 30 Desember 2016 itu pun ikut menjawab terkait beberapa temuan tersebut.
"Tentang naskah akademis tersebut sifatnya hanya kesalahan dalam hal pengetikan. Misal ada copy-paste di dalam naskah akademis itu sendiri yang terpenting tidak pada hal yang sifatnya substansial," ungkap Sam Gautama ketika dimintai penjelasan ketua DPK GNPK Blora dan GERAM di kantor Bappeda pada Rabu, (23/8) kemarin.
Sam Gautama kembali mengatakan terkait dugaan penggunaan double anggaran dalam pembuatan naskah akademis dalam Ranperda RTRW Kab. Blora, dirinya lagi-lagi kembali menampik. Pihaknya mengaku sudah mengacu kepada PP No.15 Tahun 2010.
"Jadi begini anggaran Naskah Akademis dalam revisi Perda RTRW sebesar Rp.144.050.000,- pada tahun 2015 itu sifatnya lebih ke peninjauan kembali, baru setelahnya ada review. Lalu kemudian pada tahun 2016 anggaran itu ada lagi kegunaannya juga untuk Review Revisi RTRW," katanya.
Sam Gautama juga menambahkan, terkait dengan proses Revisi dalam pembuatan Perda RTRW untuk Kab. Blora 2017-2037 mendatang juga sudah mengacu sesuai dengan hasil Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) yang dikeluarkan oleh Mendagri.
Secara terpisah, hal tak senada di lontarkan oleh Kenthut Prasetya, selaku Koordinator Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Aliansi Rakyat Anti Korupsi (ARAK), yang berharap kepada semua banyak pihak untuk mau ikut peduli dan memperhatikan atas persoalan revisi Perda RTRW Kab. Blora,
"Artinya, dugaan copy-paste dalam pembuatan naskah akademis sampai ada muncul dua nama kabupaten lain kalau itu menurut saya apapun alasan pihak dinas ya kurang tepat. Karena untuk anggarannya disitu jelas tertera bahkan proses pembuatan naskah akademis tersebut berjalan 2 kali berturut-turut dari kurun waktu tahun 2015-2016 kemarin lho," sesal Kethut.
Aktifis yang juga tergabung di dalam Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK) juga kembali mengatakan, terkait dengan revisi Perda RTRW yang masih dalam tahapan proses, alangkah bijaksana jika pihak pemkab memilih untuk menunggu terlebih dahulu hasil Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) yang akan dikeluarkan oleh Kantor Staf Presiden (KSP).
"Dalam revisi Perda RTRW tersebut, saat ini pihak Pemkab kan masih mengacu kepada hasil dari KLHS yang dikeluarkan oleh Mendagri, apakah tidak sebaiknya menunggu hasil dari KLHS yang dikeluarkan oleh KSP saja," katanya.
Lanjut kata dia, keputusan pemkab Blora, untuk mengambil langkah menunggu dari hasil KLHS yang akan dikeluarkan oleh KSP tersebut bukan tanpa sebab. Karena belum tentu hasil kajian KLHS yang dikeluarkan oleh Mendagri nantinya akan cocok dengan KLHS dari KSP.
"Jadi jangan sampai revisi perda RTRW Kab. Blora, ketika nanti sudah di sahkan, tiba-tiba perda itu harus direvisi lagi, karena jika acuannya nantinya menemui perbedaan dengan KLHS yang dikeluarkan oleh KSP. Jika itu terjadi yang dirugikan siapa, rakyat lagi kan?," tegas Kethut.
Kethut kembali menegaskan, jika proses tersebut menjadi tidak sah hanya karena hasil KLHS Mendagri dengan KLHS KSP nantinya ternyata tidak sama, maka sudah bisa kita pastikan perda tersebut nantinya pasti akan dilakukan revisi kembali. (Edycom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar