Kendal, suarakpk.com - Persoalan sengketa tanah desa maupun sengketa waris sering
terjadi di daerah yang agak terpencil yang masyarakatnya tergolong sumber daya
manusia (SDM) nya masih rendah dan mungkin juga karena agak jauh dari
pengawasan pemerintahan Kabupaten dan jauh pula dari pengawasan para penegak hukum, sehingga
diduga ada oknum Perangkat Desa yang sengaja mengambil kesempatan untuk mencari
keuntungan pribadi.
Akibat permainan oknum perangkat desa tersebut terindikasi banyak
tanah – tanah yang semestinya dimiliki oleh yang berhak, namun akhirnya berubah menjadi milik orang
lain yang bukan haknya. Bahkan disinyalir tanah milik negara seperti tanah kas
desa, banda desa dan tanah bengkok perangkat desa termasuk tanah bengkok Kepala
Desanya pun sebagian diduga meralih fungsi dan dikuasai oleh perorangan. Sehingga
diduga buku induk desa maupun buku C desa terkesan amboradul dan sudah semrawut
karena terindikasi banyak yang sudah dirubah akibat permainan kotor pengakat
desa.
Seperti yang terjadi di Desa Jeruk Giling, Kecamatan
Kaliwungu Selatan, Kabupaten Kendal Jawa Tengah. Masyarakat Desa Jeruk Giling
kini nampaknya mulai sadar untuk meluruskan berbagai persoalan tanah yang selama ini membelenggu desanya yang dianggap
tidak sesuai aturan, sehingga ke depan tanah-tanah yang berbau sengketa akan
semakin tertata dengan baik. Bahkan warga masyarakat Jeruk Gilking semakin
berani dalam memperjuangkan tanah yang sudah seharusnya menjadi haknya.
Seperti Izudin (25) dan Sabar (45), kedua orang tersebut
sedang berjuang untuk mendapatkan hak tanah warisnya yang sekarang diduga
dikuasai oleh seseorang yang bukan ahli warisnya yaitu Suriatun warga Dusun
Jeruk Giling Desa Jeruk Giling. Bahkan Suriatun yang diduga menguasai tanah
warisan orang lain tersebut telah memberi kuasa kepada dua pengacara yakni
Nurdin, SH dan Muhammad Masykur,SH. dalam upaya untuk mempertahankan tanah
sengkata waris yang terindikasi bukan miliknya yang sudah disertifikatkan
menjadi hak milik No. 51 atas nama Suriatun sendiri.
Menurut Izudin, tanah waris yang sekarang dikuasai Suriatun
itu sebenarnya milik Ngapiyah almarhum hasil warisan dari Suryadi (alm). “ mak lek Ngapiyah itu anaknya
mbah Suryadi, saya termasuk cucunya mbak Suryadi. Sebab Suryadi punya anak lima
masing-masing sudah mendapat warisan dari Suryadi (alm) yaitu Pasiman, Supar,
ini bapak saya, Ngapiyah (alm), Kursini (alm), ini ibunya Sabar, dan Manijah,
ini ibunya Markum. Jadi sisilah itu terkait tanah yang kini disengketakan,
bahwa Ngapiyah sebelum dinikahi Serun (alm) sudah memiliki warisan tanah dan
rumah, namun Ngapiyah meninggalnya lebih dulu. Kemudian Serun mantan suami
Ngapiyah tersebut kawin lagi menikahi Markum waktu itu Markum status janda dan
sudah punya anak namanya Suriatun istilahnya anak gawan yang sekarang menguasai
tanah sengketa waris. Sebab Ngapiyah bersuami Serun tidak mempunyai anak. Maka
tanah waris itu milik pribadi Ngapiyah hasil warisan dari mbak Suryadi,” ucap
Izudin.
Sementara Sabar juga sependapat dengan kronologi yang
disampaikan Izudin. “ Sebenarnya saya itu tidak kepingin masalah waris ini
berkepanjangan cukup bisa diselesaikan secara seduluran atau kekeluargaan sebab
semua masih sedulur, maksudnya tanah dan rumah warisan dari Bu lek Ngapiyah itu
dibagi secara hukum agama maupun peraturan perundang-undangan yang berlaku
sebab dulu sebelum meninggal Ibu Ngapiyah pernah wasiat agar tanah warisan itu
bisa dimanfaatkan untuk amal jariyah,” ungkap
Sabar.
Sedangkan kuasa hukum Suriatun, yakni Nurdin, SH dan Muhammad
Masykur, SH dalam musyawarah di Balai
Desa Jeruk Giling (3/5) yang dihadiri Kades Abadi, mantan Carik Mugiyanto dan
disaksikan salah satu perangkat Desa mengatakan, pihak pengacara berdalih pada
hukum positif yang sudah tercatat dalam buku C desa dan tanah waris itu juga
sudah disertifikatkan atas nama Suriatun. “ Di dalam buku C desa tanah tersebut
sudah bernama Serun bukan Ngapiyah mungkin dulu ada kesepakatan yang kita tidak
tahu karena mereka sekarang sudah almarhum, jadi fakta hukum yang ada sudah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga Suriatun
punya hak untuk memiliki tanah tersebut.
Musyawarah yang dipimpin Kades Abadi tersebut berlangsung
kondusif dan terkesan kekeluargaan. Ketika mantan Carik (sekretaris desa)
Mugiyanto dimintai tanggapannya soal sengketa waris, ia mengatakan, tanah yang
disengketakan itu ada di buku C desa Jerukgiling nomor : 23 percil klas I d
luas 0,57 atau seluar sekitar 570 m persegi, dulu atas nama anak mbarep
(sulung-red) yaitu Pasman dan kemudian beralih ke nama Serun 114 C peralihan itu sejak tahun 1967. Sedangkan
sekarang sudah berbentuk sertifikat atas nama Suriatun itu ketika ada program
Proda tahun 2004.
Menurut berbagai sumber di desa Jeruk Giling keruwetan
tata pertanahan di Desa Jeruk Giling segera diudari sebelum berkepanjangan dan
memakan korban lebih banyak lagi dan seharusnya pihak terkait seperti Pemkab
Kendal serta BPN turun tangan. Sebab kondisi tanah waris yang beralih nama
kepada orang yang bukan ahli warisnya yang kemudian disengketakan tersebut menjadikan
bukti bahwa ada tindikasi permainan oknum perangkat desa dalam peralihan hak tanah
itu. Untuk kasus Suriatun ini bila dimungkinkan bisa diselesaikan secara
kekeluargaan apalagi ada wasiat dari almarhum Ngapiyah agar warisan itu untuk
amal jariyah yang kita semua tidak tahu.
(tim).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar